Minggu ke 4: Manusia dan cinta kasih
Nama
: Rinda Viananda Zalikha
Kelas
:
1KA23
Npm
:
1B116003
Dosen :
Junaedi Abdillah
Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
SATUAN ACARA PERKULIAHAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Manusia dan
cinta kasih
·
Minggu ke 4:
1. Pengertian
cinta kasih
2. Cinta
menurut ajaran agama
3. Kasih
sayang
4. Kemesraan
5. Pemujaan
6. Belas
Kasihan
7. Cinta
kasih erotis
PENGERTIAN
CINTA KASIH
Menurut
kamus umum bahasa Indonesia karya W.J.S. Poerwadarminta, cinta adalah rasa
sangat suka (kepada) atau (rasa) saying (kepada), ataupun (rasa) sangat kasih
atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan kata kasih artinya perasaan saying atau
cinta kepada atau menaruh belas kasihan. Dengan demikian arti cinta dan kasih
hampir bersamaan, sehinga kata kasih memperkuat rasa cinta. Karena itu cinta
kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka kepada seseorang yang disertai
dengan menaruh belas kasih.
Walaupun cinta kasih mengandung arti hamper
bersamaan, namun terdapat perbedaan juga antara keduanya. Cinta lebih
mengandung pengertian mendalamnya rasa, sedangkan kasih lebih keluarnya; dengan
kata lain bersumber dari cinta yang mendalam itulah kasih dapat diwujudkan
secara nyata.
Cinta memegang peranan yang penting dalam
kehidupan manusia, sebab cinta merupakan landasan dalam kehidupan perkawinan,
pembentukan keluarga dan pemeliharaan anak, hubungan yang erat di masyarakat
dan hubungan manusiawi yang akrab. Demikian pula cinta adalah pengikat yang
kokoh antara manusia dengan Tuhannya sehingga manusia menyembah Tuhan dengan
ikhlas, mengikuti perintah-Nya, dan berpegang teguh pada syariat-Nya.
Pengertian tentang cinta dikemukakan juga oleh
Dr. Sarlito W.Sarwono. Dikatakannya bahwa cinta memiliki tiga unsur yaitu
keterikatan, keintiman, dan kemesraan. Yang dimaksud dengan keterikatan padalah
adanya perasaan untuk hanya bersama dia, segala prioritas untuk dia, tidak mau
pergi dengan orang lain kecuali dengan dia. Unsur yang kedua adalah keintiman,
yaitu adanya kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku yang menunjukkan bahwa antara
anda dengan dia sudah tidak ada jarak lagi. Panggilan-panggilan formal seperti
bapak, ibu, saudara digantikan dengan sekedar memanggil nama atau sebutan
sayang dan sebagainya. Makan minum dari satu piring-cangkir tanpa rasa risi,
pinjam meminjam baju, saling memakai uang tanpa merasa berhutang, tidak saling
menyimpan rahasia dan lain-lainnya. Unsur yang ketiga adalah kemesraan, yaitu
adanya rasa ingin membelai atau dibelai, rasa kangen kalu jauh atau lama tidak
bertemu, adanya ucapan-ucapan yang mengungkapkan rasa saying, dan seterusnya.
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut yang menunjukkan segitiga cinta.
Selanjutnya Dr. Sarlito W. Sarwona mengemukakan,
bahwatidak semua unsur cinta itu sama kuatnya. Kadang-kadang ada
ketereikatannya sangat kuat, tetapi keintiman atau kemesraan kurang. Cinta
seperti itu mengandung kesetiataan yang amat kuat, kecemburaannya besar, tetapi
dirasakan oleh pasangannya sebagai dingin atau hambar, karena tidak ada
kehangatan yang ditimbulkan kemesraan atau keintiman. Misalnya cinta sahabat
karib atau saudara kandung yang penuh dengan keakraban, tetapi tidak ada
gejolak-gejolak mesra dan orang yang bersangkutan masih lebih setia kepada
hal-hal lain dari pada partnernya. Cinta juga dapat diwarnai dengan kemesraan
yang sangat menggejolak, tetapi unsur keintiman dan keterikatannya yang kurang.
Cinta seperti itu dinamakan cinta yang pincang.
Selain pengertian yang dikemukakan oleh sarlito,
lain halnya pengertian cinta yang dikemukakan oleh Dr, Abdullah Nasih Ulwan,
dalam bukunya manajemen cinta. Cinta adalah perasaan jiwa dan gejolak hati yang
mendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya penuh gairah, lembut, dan kasih
saying. Cinta adalah fitrah manusia yang murni, yang tidak dapat terpisahkan
dengan kehidupannya. Ia selalu dibutuhkan. Jika seseorang ingin menikmatinya
dengan cara terhormat dan mulia, suci dan penuh taqwa, tentu ia akan
mepergunakan cinta itu untuk mencapai keinginannya yang suci dan mulia
pula.
CINTA
MENURUT AJARAN AGAMA
Ada
yang berpendapat bahwa etika cinta dapat dipahami dengan mudah tanpa dikaitkan
dengan agama, tetapi dalam kenyataan hidup manusia masih mendambakan tegaknya
cinta dalam kehidupan ini. Disatu pihak lain dalam praktek kehidupan cinta
sebagai dasar kehidupan jauh dari kenyataan. Atas dasar ini, agama memberikan
ajaran cinta kepada manusia. Dalam kehidupan manusia cinta menempakan diri
dalam berbagai bentuk. Kadang-kadang seseorang mencintai dirinya sendiri.
Kadang-kadang mencintai orang lain atau juga istri dan anaknya, hartanya. Atau
Allah dan Rasulnya berbagai bentuk cinta ini bisa kita dapatkan dalam kitab
suci al-Qur’an.
a. Menurut agama Islam
1. Cinta diri
Cinta diri erat
kaitanya dengan dorongan menjaga diri. Manusia senang untuk tetap hidup,
mengembangkan potensi dirinya, dan mengaktualisasikan diri. Diantara gejala
yang menunjukan kecintaan manusia terhadap harta, yang dapat merealisasikan
semua keinginanya dan memudahkan baginya segala sarana untuk mencapai
kesenangan dan kemewahan hidup (QS,al-“Adiyat,100:8), Namun hedaknya cinta
manusia pada dirinya tidak lah terlalu berlebih-lebihan dan melewati batas.
Sepatutnya cinta pada diri sendiri ini diimbangi dengan cinta pada orang lain
dan cinta berbuat kebajikan kepada mereka.
2. Cinta kepada sesama manusia
Agar manusia dapat
hidup dengan penuh keserasian dan keharmonisan dengan manusia lainya,tidak
boleh ia harus membatasi cintanya pada diri sendiri dan egoismenya. Pun
hendaknya ia menyeimbangkan cintanya itu dengan cinta dan kasih sayang pada
orang-orang lain. Al-Qura’an juga menyeru kepada orang-orang yang beriman agar
saling mencintai seperti cinta mereka pada diri mereka sendiri. Dalam serun itu
sesungguhnya terkandung pengarahan kepada para mukmin agar tidak
berlebih-lebihan dalam mencintai diri sendiri.
3. Cinta seksual
Cinta erat kaitanya
dengan dorongan seksual. Sebab ialah yang bekerja dalam melestarikan kasih
sayang,keserasian, dan kerja sama anatar suami dan istri. Ia merupakan faktor
primer bagi kelangsungan hidup keluarga.
4. Cinta kebapakan
Mengingat bahwa antara
ayah dengan anak-anaknya tidak terjalin oleh ikatan-ikatan fisiologis seperti
yang menghubungkan si ibu dengan anak-anaknya.
5. Cinta Kepada Allah
Puncak cinta manusia
yang paling bening, jernih dan spritual ialah cintanya kepada allah dan
kerinduanya kepada-Nya. Tidak hanya dalam shalat,pujian, dan doanya saja,cinta
yang iklas seorang manusia kepada allah akan membuat cinta itu menjadi kekuatan
pendorong yang mengarahkanya dalam kehidupanya dan menundukan semua bentuk
kecintaan lainya. Sebab dalam pandangannya semua wujud yang ada sekelilingnya
mempunyai manifestasi dari tuhanya yang membangkitkan kerinduan-kerinduan
spritualnya dan harapan kalbunya.
6. Cinta kepada Rasullah
Cinta kepada rosul yang
diutus Allah sebagai rahmah bagi seluruh alam semesta,menduduki peringkat ke
dua setelah cinta kepada Allah. Ini karena rosul merupakan ideal sempurna bagi
manusia baik dalam tingkah laku,moral,maupun berbagi sifat luhur lainya.
b. Menurut agama Kristen
1. Cinta adalah pencipta keindahan terhebat (Tim 2:9-10)
2. Cinta adalah suatu wujud keinginan ; dalam niat dan
tindakan (1 Yoh 3:18)
3. Cinta harus menjadi dasar dari segala sesuatu (1 Kor
13:3)
c. Menurut agama Hindu
Cinta adalah perasaan pada
kesenangan, kesetiaan, dan kepuasan terhadap suatu objek. Adapun yang menjadi
objek dari cinta kasih itu adalah semua ciptaan Sang hyang Widhi Wasa. Tuhan
Ynag Maha Esa.
d. Menurut agama Budha
Dalam bahasa Pali juga
ditemukan beberapa istilah cinta, seperti: piya, pema, rati, kama, tanha (Jawa
trenso), ruci, dan snehayang memiliki arti: rasa sayang, kesenangan, cinta
kasih sayang, kesukaan, nafsu indera (birahi), kemelakatan, yang terjalinantara
dua insan berbeda jenis atau cinta dalam lingkup keluarga.
KASIH
SAYANG
Rasa
kasih sayang adalah Rasa yang timbul dalam diri hati yang tulus untuk
mencintai, menyayangi, serta memberikan kebahagian kepada orang lain, atau
siapapun yang dicintainya. Kasih sayang diungkapkan bukan hanya kepada kekasih
tetapi kasih kepada Allah, Orang Tua, keluarga, teman, serta makhluk lain yang hidup
dibumi ini.
Dalam
makna lain Kasih Sayang adalah rasa yang didamba setiap insan di dunia, kasih
sayang seorang ibu kepada anaknya, sebaliknya kasih sayang seorang anak kepada
Orang Tuanya. Kasih sayang akan muncul ketika ada perasaan simpatik dan iba
dari dalam diri kepada yang dikasihi, namun kemunculan kasih sayang sangat
alamiah dan tidak bisa dibuat-buat atau direkayasa. Setiap insan ingin dirinya
disayangi, maka sayangilah orang lain juga. karna dengan merasakan sayang itu
setiap insan dapat merasakan kebahagian yang hakiki. apabila sifat sayang mulai
luntur dan sifat dendam, kebenciannya lebih besar maka akan menjanjikan
kehancuran kepada sesuatu bangsa atau masyarakat.
Apabila suatu hubungan cinta diakhiri dengan sebuah
pernikahan maka hal ini akan menimbulkan perasaan yang lebih dewasa lagi dan
juga menuntut agar suatu hubungan tersebut lebih bertanggung jawab, perasaan
inilah yang disebut dengan kasih sayang. Berbicara soal mengenai kasih sayang
tentu tak lepas dari cinta. Oleh karenanya antara kasih sayang, cinta dan
kemesraan tak bisa pisah-pisahkan meskipun semua beda penegertian, sebab
semuanya saling mengaitkan.
Kemesraan
Selain itu pula, kemesraan
tak bisa terpisahkan dari kedua hal diatas. Kemesraan berasal dari kata dasar
'mesra', yang artinya perasaan simpati yang akrab. Kemesraan merupakan
perwujudan kasih sayang yang telah mendalam. Cinta yang berlanjut menimbulkan
pengertian mesra atau kemesraan. Kemesraan adalah perwujudan dari cinta.
Kemesraan dapat menimbulkan daya kreativitas manusia. Kemesraan dapat
menciptakan berbagai bentuk seni sesuai dengan kemampuan bakatnya.
Kemesraan
dapat menimbulkan daya kreativitas manusia. Kemesraan dapat menciptakan
berbagai bentuk seni sesuai dengan kemampuan bakatnya. Kasih sayang adalah
perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka kepada seseorang. Dengan
perasaan cinta dan suka kepada seseorang itu berkembang dan mengikat dan
membentuk sebuah embrio yang disebut dengan cinta.
Cinta
adalah sebuah perasaan yang diberikan oleh Tuhan pada sepasang manusia untuk
saling mencintai, saling memiliki, saling memenuhi, saling pengertian. Dengan
cinta yang sudah dibentuk dan terbentuk itu akan menciptakan suatu kemesraan.
Kemesraan cintaan membuat orang semakin saling mencintai dan dicintai.
Kemesraan adalah hubungan akrab baik antara pria dan wanita yang sedang dimabuk
asmara maupun yang sudah berumah tangga. Pada akhirnya dengan perpaduan kasih
sayang, cinta dan kemesraan tersebut akan menciptakan suatu keharmonisan dalam
kehidupan berumah tangga maupun dalam menjalin hubungan cinta dengan kekasih
kita.
PEMUJAAN
Pengertian
Pemujaan
Pemujaan
adalah dimana kita memuja atau mengagungkan sesuatu yang kita senangi.Pemujaan
dapat dilakukan dalam berbagai aspek seperti memuja pada leluhur,memuja pada
agama tertentu dan kepercayan yang ada.seperti Pemujaan pada leluhur adalah
suatu kepercayaa bahwa para leluhur yang telah meninggal masih memiliki
kemampuan untuk ikut mempengaruhi keberuntungan orang yang masih hidup. Dalam
beberapa budaya Timur, dan tradisi penduduk asli Amerika, tujuan pemujaan
leluhur adalah untuk menjamin kebaikan leluhur dan sifat baik pada orang hidup,
dan kadang-kadang untuk meminta suatu tuntunan atau bantuan dari leluhur.
Fungsi sosial dari pemujaan leluhur adalah untuk meningkatkan nilai-nilai
kekeluargaan, seperti bakti pada orang tua, kesetiaan keluarga, serta
keberlangsungan garis keturunan keluarga.
Pemujaan berasal dari kata puja yang berarti
penghormatan atau tempat memuja kepada dewa – dewa atau berhala. Dalam
perkembangannya kemudian pujaan ditujukan kepada orang yang dicintai, pahlawan
dan Tuhan Yang Maha Esa. Pemujaan kepada Tuhan adalah perwujudan cinta manusia
kepada Tuhan, karena merupakan inti , nilai dan makna dari kehidupan yang
sebenarnya. Cara pemujaan dalam kehidupan manusia terdapat berbagai perbedaan
sesuai dengan ajaran agama, kepercayaan, kondisi dan situasi. Tempat pemujaan
merupakan tempat komunikasi manusia dengan Tuhan.
Salah Satu Contoh Pemujaan
Gunung
Pucangan, Tempat Keramat untuk Pemujaan Segala Hajat
Setiap malam Jum’at Legi, Gunung Pucangan selalu
ramai dipenuhi oleh orang-orang dari berbagai daerah. Mereka datang ke tempat
keramat tersebut dengan berbagai tujuan, dan konon katanya segala permasalahan
hidup bisa terselesaikan di Gunung Pucangan, salah satu tempat keramat yang
dipercaya oleh masyarakat sekitar. Gunung yang terkenal sebagai tempat keramat
ini terletak di Desa Cupak, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Lokasi Gunung Pucangan ini terletak beberapa kilometer dari Sendang Made dimana
setiap tahunnya dijadikan tempat untuk ritual wisuda waranggana atau sinden
tayub. Lokasinya yang cukup terpencil yaitu harus melewati hutan jati yang amat
sepi tidak membuat warga setempat merasa takut. Tetap saja Gunung ini ramai
dikunjungi oleh orang yang membawa niat tertentu.
Di tempat keramat ini bisa kita jumpai beberapa
sendang, petilasan dan juga makam keramat. Ada sebuah sendang yang bernama
Sendang Drajad yang konon kabarnya sendang ini dipercaya mampu meningkatkan
derajat seseorang. Kemudian ada Sendang Widodaren yang dipercaya pada zaman
dahulu sebagai tempat mandi para bidadari. Masyarakat percaya bahwa jika
seorang wanita mandi di sendang widodaren, atau bahkan sekedar membasuh muka di
tempat ini maka ia akan nampak awet muda dan aura kecantikannya keluar. Entah
dipercaya atau tidak namun itulah mitos yang beredar di sendang widodaren ini.
Di kompleks yang terkenal sebagai tempat keramat
ini terdapat juga makam Maling Cluring dan Maling Adiguna yang konon bisa masuk
rumah melalui sorot lampu yang keluar dari celah-celah dinding. Kedua maling
ini merupakan maling yang budiman, dan dikenal baik hati serta banyak cerita
yang mengisahkan kedua maling ini banyak membantu warga sekitar. Diantara
banyak makam di kompleks ini, makam yang paling keramat dan termashur adalah
makam dari Dewi Kilisuci, putri Raja Airlangga yang memilih menjadi pertama
daripada jadi ratu. Hal ini menyebabkan Kerajaan Airlangga dipecah menjadi dua
menjadi Kahuripan dan Dhaha.
Menurut penduduk setempat, apabila malam Jumat
Legi tiba maka banyak sekali peziarah yang datang ke tempat ini untuk melakukan
berbagai ritual dan juga memberikan sesembahan. Ada yang datang membawa nasi
ingkung beserta lauk pauknya untuk dikendurikan atau dimakan secara bersama
oleh mereka yang kebetulan hadir di tempat keramat itu. Ketika mereka ditanya,
ternyata hajat mereka adalah untuk mengirim doa kepada para leluhur, agar
keluarga mereka yang sakit cepat disembuhkan. Ada juga yang bertujuan untuk
mendapatkan pekerjaan, anaknya cepat lulus kuliah dan lulus sekolah, serta ada
yang ingin lancar dalam usaha.
Menurut mbak Tik, salah satu juru kunci wanita
yang menjaga tempat keramat tersebut orang datang ke Gunung Pucangan adalah
orang-orang yang banyak mengalami masalah. Mulai dari masalah ekonomi, usahanya
yang seret, jabatan tidak naik-naik, tak segera mendapatkan jodoh, dan segala
permasalahan hidup lainnya. Meski banyak permasalahan hidup, lebih-lebih
masalah ekonomi tetapi bukan berarti orang yang kaya tidak turut datang di
tempat keramat ini. Mereka justru datang dengan hajat agar usaha dan
pekerjaannya semakin mapan dan semakin baik lagi dari sebelumnya.
Menurut sang juru kunci, untuk semakin menambah
yakin agar ritual di Gunung Pucangan membuahkan hasil yang maksimal, biasanya
para peziarah terlebih dahulu disyaratkan harus mandi atau membersihkan diri
mengunakan air di beberapa sendang yang lokasinya ada di sekitar makam Dewi
Kilisuci. Setelah ritual membersihkan diri, peziarah bisa menghadap langsung ke
makam Dewi Kilisuci dengan diantar oleh jurukunci. Doa pembuka biasanya
dilakukan oleh jurukunci, setelah itu peziarah bisa langsung mengungkapkan
maksud kedatangannya, baik dengan suara keras atau cukup dalam hati.
Meski begitu, tidak sedikit pula, yang mengungkapkan
maksud dan tujuannya sambil disertai bernadzar. Misalnya, jika apa yang akan
dilukukan sukses atau berhasil, ia berjanji akan datang lagi sambil mengadakan
syukuran. Yang lebih heboh, bahkan pernah ada yang sukses luar biasa lalu
kembali datang lagi sambil membawa seekor sapi untuk disembelih di tempat
tersebut. Setelah sapi itu disembelih oleh penduduk sekitar yang kebanyakan
terdiri dari keluarga jurukunci makam, daging sapi itu lalu dibagi-bagikan
sebagai ungkapan rasa syukur anak nikmat yang telah diberikan Tuhan kepadanya.
Gunung Pucangan sebagai tempat ziarah yang
favorit banyak orang sebenarnya sudah lama terjadi. Sarana dan prasarana yang
terus diperbaiki membuktikan jika tempat ini memang sering menjadi jujugan
orang yang ingin ngalap berkah. Berhasil tidaknya, memang tergantung
masing-masing peziarah. Yang tidak boleh dilupakan saat ritual adalah menata
hati agar iklas dan sabar dalam setiap tindak dan prilakunya. Sebab, iklas dan
sabar terkadang menjadi faktor yang paling penting dalam keberhasilan seseorang
dalam kehidupannya.
Belas kasihan
Belas
kasihan, welas asih, atau
kepedulian adalah emosi manusia yang
muncul akibat penderitaan orang lain. Lebih kuat daripada empati, perasaan
ini biasanya memunculkan usaha mengurangi penderitaan orang lain.
Belas kasihan sering kali adalah
terjemahan dari kata Ibrani ra·khamimʹ dan kata Yunani eʹle·os (kata
kerja, e·le·eʹo). Dengan memeriksa kata-kata ini dan penggunaannya,
kita dibantu untuk mendapatkan makna dan nuansa artinya yang lengkap. Kata
kerja Ibrani ra·khamʹ didefinisikan sebagai ”bercahaya, mempunyai
perasaan hangat karena emosi yang lembut; . . . beriba hati”. (A
Hebrew and Chaldee Lexicon, diedit oleh B. Davies, 1957, hlm. 590)
Menurut seorang leksikograf bernama Gesenius, ”Gagasan utamanya tampaknya
terletak pada tindakan menyayangi, menenteramkan, dan pada keadaan emosi yang
lembut.” (A Hebrew and English Lexicon of the Old Testament, diterjemahkan
oleh E. Robinson, 1836, hlm. 939) Kata ini berkaitan erat dengan kata
untuk ”rahim” atau dapat memaksudkan ”usus besar”, yang terpengaruh sewaktu
seseorang mempunyai perasaan yang hangat dan simpati yang lembut atau rasa
kasihan.—Bdk. Yes
63:15, 16; Yer 31:20.
Dalam Alkitab, ra·khamʹ hanya
digunakan satu kali oleh manusia terhadap Allah, yaitu ketika sang pemazmur
mengatakan, ”Aku akan memiliki kasih sayang [salah satu bentuk ra·khamʹ]
terhadap engkau, oh, Yehuwa, kekuatanku.” (Mz 18:1)
Dalam hubungan antarmanusia, Yusuf mempertunjukkan sifat ini sewaktu ”emosi
batinnya [salah satu bentuk ra·khamimʹ] tergugah” terhadap adiknya,
Benyamin, dan ia mulai menangis. (Kej
43:29, 30; bdk. 1Raj
3:25, 26.) Sewaktu dihadapkan pada kemungkinan diperlakukan
dengan kejam atau tanpa perasaan oleh penakluk (1Raj 8:50; Yer 42:10-12)
atau oleh pejabat dari kalangan berwenang (Kej 43:14; Neh 1:11; Dan 1:9),
orang-orang berharap dan berdoa agar mereka mendapat belas kasihan, dengan kata
lain, diperlakukan dengan baik, lembut, dan timbang rasa.—Kontraskan dengan Yes
13:17, 18.
Belas Kasihan Yehuwa. Kata
Ibrani itu paling sering digunakan untuk menggambarkan cara Yehuwa berurusan
dengan umat perjanjian-Nya. Allah yang mengasihani (ra·khamʹ) mereka
disamakan dengan wanita yang mengasihani anak-anak buah kandungannya dan dengan
bapak yang memperlihatkan belas kasihan kepada putra-putranya. (Yes 49:15; Mz 103:13)
Karena bangsa Israel berkali-kali menyimpang dari keadilbenaran dan mengalami
keadaan terjepit, mereka sering kali sangat memerlukan bantuan yang penuh belas
kasihan. Jika mereka menunjukkan sikap hati yang benar dan berpaling kepada
Yehuwa, Ia akan menyatakan keibaan hati, perkenan, dan kemauan baik, meskipun
tadinya Ia marah kepada mereka. (Ul 13:17; 30:3; Mz 102:13; Yes 54:7-10; 60:10)
Diutusnya Putra-Nya untuk lahir di Israel merupakan bukti datangnya ”fajar”
keibaan hati dan belas kasihan ilahi bagi mereka.—Luk 1:50-58, 72-78.
Kata Yunani eʹle·os mengandung
sebagian makna yang dimiliki kata Ibrani ra·khamimʹ. Vine’s Expository
Dictionary of Old and New Testament Words mengatakan, ”ELEOS (ἔλεος)
’adalah manifestasi nyata rasa kasihan; si penerima dianggap membutuhkannya,
dan si pemberi dianggap memiliki sumber daya yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan tersebut’.” Kata kerjanya (e·le·eʹo) umumnya mengandung
gagasan tentang rasa ”simpati terhadap kesengsaraan orang lain, dan khususnya
simpati yang diwujudkan dalam tindakan”. (1981, Jil. 3,
hlm. 60, 61) Oleh karena itu, orang yang buta, kerasukan hantu,
berpenyakit kusta, atau yang anak-anaknya sakit, merekalah antara lain yang
menimbulkan eʹle·os, pernyataan belas kasihan, rasa iba. (Mat 9:27; 15:22; 17:15; Mrk
5:18, 19; Luk
17:12, 13) Sebagai tanggapan atas permohonan, ”Kasihanilah
kami,” Yesus mengadakan mukjizat dan menyembuhkan orang-orang itu. Ia
melakukannya, tidak secara mekanis dan tanpa perasaan, tetapi karena ”tergerak
oleh rasa kasihan”. (Mat 20:31, 34)
Di ayat itu, sang penulis Injil menggunakan salah satu bentuk kata kerja splag·khniʹzo·mai
yang berkaitan dengan kata splagʹkhna, yang secara harfiah
berarti ”usus”. (Kis 1:18)
Kata kerja ini mengungkapkan perasaan
kasihan, sedangkan eʹle·os memaksudkan manifestasi aktif
rasa kasihan itu, yaitu tindakan belas kasihan.
1. Tidak
terbatas pada tindakan hukum. Dalam bahasa Indonesia, ”belas kasihan”
kadang-kadang mengandung makna menahan diri, misalnya dalam menjatuhkan
hukuman, dan hal ini dimotivasi oleh rasa iba atau simpati. Jadi, sering kali
terkandung nuansa hukum, misalnya apabila seorang hakim memberikan klemensi
(keringanan hukuman) kepada pelaku kesalahan. Karena belas kasihan Allah selalu
diterapkan selaras dengan sifat-sifat-Nya yang lain dan standar-standar-Nya
yang adil-benar, termasuk keadilan serta kebenaran-Nya (Mz 40:11; Hos 2:19),
dan karena semua manusia mendapat warisan dosa dan pantas menerima upah dosa
berupa kematian (Rm 5:12;
bdk. Mz
130:3, 4; Dan 9:18; Tit 3:5),
jelaslah bahwa belas kasihan Allah sering kali mencakup pengampunan kesalahan,
atau peringanan hukuman. (Mz
51:1, 2;
103:3, 4; Dan 9:9; Mi
7:18, 19) Akan tetapi, dapat terlihat dari keterangan
sebelumnya bahwa kata Ibrani dan kata Yunaninya (ra·khamimʹ; eʹle·os)
tidak terbatas pada tindakan mengampuni atau menahan pelaksanaan sanksi hukum.
Pengampunan kesalahan itu sendiri bukan belas kasihan yang umumnya digambarkan
oleh kata-kata ini, tetapi pengampunan membuka jalan untuk belas kasihan.
Ketika menyatakan belas kasihan, Allah, tentu saja, tidak pernah mengabaikan
standar-standar keadilan-Nya yang sempurna, dan untuk alasan itulah Ia telah
memberikan korban tebusan melalui Putra-Nya, Yesus Kristus, sehingga pengampunan
dapat diberikan tanpa melanggar keadilan.—Rm
3:25, 26. Jadi, belas kasihan sering kali tidak mengartikan
tindakan negatif, yaitu menahan (misalnya hukuman), tetapi tindakan positif,
pernyataan perhatian yang baik hati atau rasa kasihan yang memberikan kelegaan
kepada orang-orang yang tidak beruntung, yang membutuhkan belas kasihan. Hal
ini diilustrasikan dengan baik dalam parabel Yesus tentang orang Samaria yang
melihat seorang korban perampokan terkapar di pinggir jalan dalam keadaan babak
belur. Ia menjadi ”sesama” bagi orang itu karena tergerak oleh rasa kasihan dan
ia ”bertindak dengan penuh belas kasihan kepada dia”, mengobati luka-lukanya
dan merawat dia. (Luk 10:29-37)
Hal ini tidak ada hubungannya dengan pengampunan kesalahan atau proses
pengadilan.
Oleh karena itu,
Alkitab memperlihatkan bahwa belas kasihan Allah Yehuwa bukanlah sifat yang
hanya berperan jika orang-orang, seolah-olah, ”sedang diadili” oleh-Nya karena
telah melakukan kesalahan tertentu. Sebaliknya, belas kasihan adalah salah satu
karakteristik kepribadian Allah, reaksi-Nya yang wajar terhadap orang-orang
yang membutuhkan, salah satu segi kasih-Nya. (2Kor 1:3; 1Yoh 4:8)
Ia tidak seperti allah-allah palsu bangsa-bangsa—tak berperasaan dan tidak
beriba hati. Sebaliknya, ”Yehuwa itu murah hati dan berbelaskasihan, lambat
marah dan besarlah kebaikan hatinya yang penuh kasih. Yehuwa itu baik kepada
semua orang, dan belas kasihannya ada bagi segala hasil karyanya.” (Mz
145:8, 9; bdk. Mz 25:8; 104:14, 15, 20-28; Mat 5:45-48; Kis 14:15-17.)
Ia ”kaya dengan belas kasihan”, dan hikmat yang berasal dari-Nya ”penuh belas
kasihan”. (Ef 2:4; Yak 3:17)
Putra-Nya, yang menyingkapkan pribadi seperti apa Bapaknya itu (Yoh 1:18),
memperlihatkan sifat ini melalui kepribadian, tutur kata, dan tindakannya.
Sewaktu orang banyak datang untuk mendengarkan dia, dan bahkan sebelum melihat
reaksi mereka terhadap apa yang akan ia katakan, Yesus sudah ”tergerak oleh
rasa kasihan [salah satu bentuk splag·khniʹzo·mai]” karena mereka
”dikuliti dan dibuang seperti domba-domba tanpa gembala”.—Mrk 6:34; Mat 9:36;
bdk. Mat 14:14; 15:32.
2. Kebutuhan
umat manusia. Sudah jelas bahwa cacat manusia yang mendasar dan
terbesar adalah akibat dosa warisan dari bapak leluhur mereka, Adam. Jadi,
seluruh umat manusia berada dalam keadaan mengenaskan dan sangat membutuhkan
pertolongan. Allah Yehuwa telah bertindak dengan belas kasihan terhadap umat
manusia secara keseluruhan dengan memberikan sarana bagi mereka untuk terbebas
dari cacat besar itu dan akibat-akibatnya berupa penyakit dan kematian. (Mat 20:28; Tit 3:4-7; 1Yoh 2:2)
Sebagai Allah yang berbelaskasihan, Ia bersabar karena ”ia tidak ingin seorang
pun dibinasakan tetapi ingin agar semuanya bertobat”. (2Ptr 3:9)
Yehuwa ingin berbuat baik kepada semua, Ia cenderung melakukan hal itu
(bdk. Yes
30:18, 19), Ia ’tidak senang akan kematian orang fasik’, dan
”bukan dari hatinya sendiri ia membuat putra-putra manusia menderita”, misalnya
sewaktu Yehuda dan Yerusalem dibinasakan. (Yeh 33:11; Rat 3:31-33)
Karena orang-orang keras hati, keras kepala dan tidak mau menanggapi kemurahan
hati dan belas kasihan-Nya, Ia terpaksa mengambil haluan yang berbeda terhadap
mereka, yaitu ”menutup” aliran belas kasihan-Nya bagi mereka.—Mz 77:9; Yer 13:10, 14; Yes 13:9; Rm 2:4-11.
3. Tidak
bisa dianggap sebagai hak. Meskipun Yehuwa sangat berbelaskasihan
terhadap orang-orang yang mendekat kepada-Nya dengan tulus, Ia sama sekali
tidak akan membebaskan orang yang tidak bertobat dan yang memang pantas
dihukum. (Kel
34:6, 7) Seseorang tidak bisa menganggap belas kasihan Allah
sebagai hak; ia tidak dapat berdosa tanpa sama sekali dihukum atau dibebaskan
dari hasil atau akibat yang wajar dari haluan tindakannya yang salah. (Gal
6:7, 8; bdk. Bil 12:1-3, 9-15; 2Sam 12:9-14.)
Yehuwa mungkin dengan belas kasihan bersabar dan berpanjang sabar, memberi
orang-orang kesempatan untuk memperbaiki haluan mereka yang salah; meskipun
memperlihatkan ketidaksenangan, Ia tidak meninggalkan mereka sama sekali tetapi
dengan belas kasihan terus menyediakan bantuan dan bimbingan. (Bdk. Neh 9:18, 19, 27-31.)
Tetapi jika mereka tidak memberikan tanggapan, kesabaran-Nya ada batasnya dan
Ia akan menarik belas kasihan-Nya dan bertindak terhadap mereka demi
kepentingan nama-Nya sendiri.—Yes 9:17; 63:7-10; Yer 16:5-13, 21;
bdk. Luk 13:6-9.
4. Tidak
diatur oleh standar manusia. Manusia tidak berhak untuk mencoba
menetapkan standar atau kriteria yang harus Allah ikuti dalam hal
memperlihatkan belas kasihan. Dari tempat-Nya yang strategis di surga dan
selaras dengan maksud-tujuan-Nya yang baik, juga dengan wawasan-Nya yang jauh
ke masa depan dan kemampuan-Nya untuk mengetahui isi hati, Ia ’memperlihatkan
belas kasihan kepada orang yang kepadanya ia mau memperlihatkan belas kasihan’.
(Kel 33:19; Rm 9:15-18;
bdk. 2Raj 13:23; Mat 20:12-15.)
Di Roma pasal 11,
sang rasul membahas pertunjukan hikmat dan belas kasihan Allah yang tak
tertandingi dalam hal memberikan kesempatan kepada orang non-Yahudi untuk
memasuki Kerajaan surgawi. Orang non-Yahudi tidak menjadi bagian dari bangsa
Allah, Israel, dan karena itu tadinya bukan penerima belas kasihan yang
dihasilkan oleh hubungan perjanjian dengan Allah; selain itu, mereka hidup
dengan tidak menaati Allah. (Bdk. Rm 9:24-26; Hos 2:23.)
Paulus menjelaskan bahwa Israel-lah yang pertama-tama mendapat kesempatan itu,
tetapi sebagian besar dari mereka ternyata tidak taat. Karena itu, terbukalah
jalan bagi orang non-Yahudi untuk menjadi bagian dari ”kerajaan imam dan suatu
bangsa yang kudus” yang dijanjikan. (Kel
19:5, 6) Dalam kata-kata penutupnya Paulus mengatakan, ”Sebab
Allah telah mengurung mereka semua [orang Yahudi dan orang non-Yahudi] dalam
ketidaktaatan, agar ia dapat menunjukkan belas kasihan kepada mereka semua.”
Melalui korban tebusan Kristus, dosa Adam yang mempengaruhi seluruh umat
manusia dapat disingkirkan bagi semua yang memperlihatkan iman (termasuk orang
non-Yahudi), dan melalui kematian Kristus di tiang siksaan kutuk Hukum juga
dapat disingkirkan dari orang-orang yang berada di bawahnya (orang Yahudi),
sehingga semua orang dapat menerima belas kasihan. Sang rasul berseru,
”Oh, dalamnya kekayaan, hikmat, dan pengetahuan Allah! Betapa tidak terselidiki
penghakimannya dan tidak terjejaki jalan-jalannya!”—Rm 11:30-33; Yoh 3:16; Kol
2:13, 14; Gal 3:13.
5. Mencari Belas Kasihan Allah.
Orang-orang yang ingin terus menikmati belas kasihan Allah
harus mencari Dia, memperlihatkan keadaan hati yang benar dengan meninggalkan
jalan-jalan yang salah dan pikiran-pikiran yang mencelakakan (Yes 55:6, 7);
mereka harus memiliki rasa takut yang patut kepada-Nya dan menghargai perintah-perintah-Nya
yang adil-benar (Mz 103:13; 119:77, 156, 157; Luk 1:50);
dan jika mereka menyimpang dari haluan adil-benar yang selama ini mereka
tempuh, mereka tidak boleh mencoba menutup-nutupinya tetapi harus mengakuinya
dan menunjukkan pertobatan sejati dan kesedihan sepenuh hati (Mz 51:1, 17; Ams 28:13).
Hal lain yang mutlak penting adalah mereka sendiri harus berbelaskasihan. Yesus
mengatakan, ”Berbahagialah yang berbelaskasihan, karena mereka akan mendapat
belas kasihan.”—Mat 5:7.
6. Pemberian Belas Kasihan.
Orang Farisi memperlihatkan sikap tidak berbelaskasihan
terhadap orang lain dan ditegur oleh Yesus dengan kata-kata, ”Maka, pergilah,
dan belajarlah apa artinya ini, ’Aku menginginkan belas kasihan, dan bukan
korban.’” (Mat 9:10-13; 12:1-7;
bdk. Hos 6:6.)
Ia mencantumkan belas kasihan di antara perkara-perkara yang lebih berbobot
dalam Hukum. (Mat 23:23)
Sebagaimana telah dibahas, meskipun belas kasihan dapat mencakup peringanan
hukuman, seperti yang mungkin dapat dilakukan oleh orang Farisi, barangkali
sebagai anggota Sanhedrin, belas kasihan tidaklah terbatas pada hal itu.
Maknanya yang lebih mendasar adalah manifestasi aktif dari rasa kasihan atau
keibaan hati, yakni perbuatan-perbuatan belas kasihan.—Bdk. Ul 15:7-11. Belas kasihan ini dapat dinyatakan dengan memberikan hal-hal materi. Tetapi agar berharga di pandangan Allah, pemberian tersebut harus disertai motif yang benar, bukan dengan sifat mementingkan diri. (Mat 6:1-4) Hal-hal materi termasuk di antara ”pemberian belas kasihan [salah satu bentuk e·le·e·mo·syʹne]” yang sering Dorkas lakukan (Kis 9:36, 39);
tentunya demikian juga halnya dengan Kornelius yang pemberiannya dan doa-doanya
didengar dan diperkenan Allah. (Kis 10:2, 4, 31)
Yesus mengatakan bahwa orang Farisi gagal karena tidak memberikan ’hal-hal yang
ada di dalam sebagai pemberian belas kasihan’. (Luk 11:41)
Jadi, belas kasihan sejati harus keluar dari hati. Yesus dan murid-muridnya
khususnya terkenal karena dengan belas kasihan memberikan hal-hal rohani yang
jauh lebih berharga daripada hal-hal materi. (Bdk. Yoh 6:35; Kis 3:1-8.)
Para anggota sidang Kristen, khususnya pria-pria yang menjadi ’gembala’ sidang
(1Ptr
5:1, 2), harus memupuk sifat belas kasihan. Secara materi
maupun secara rohani, belas kasihan harus ditunjukkan ”dengan sukacita”, tidak
pernah dengan bersungut-sungut. (Rm 12:8)
Iman beberapa anggota sidang bisa menjadi lemah, sehingga mereka sakit secara
rohani, bahkan hingga taraf menyatakan keragu-raguan. Karena mereka ini berada
dalam bahaya mati secara rohani, rekan-rekan Kristen mereka dinasihati untuk
tetap memperlihatkan belas kasihan terhadap mereka dan membantu mereka
menghindari akhir yang membinasakan. Seraya terus memperlihatkan belas kasihan
kepada beberapa orang yang bertindak tidak patut, mereka sendiri perlu
berhati-hati agar tidak jatuh ke dalam cobaan, selalu sadar bahwa mereka tidak
hanya harus mengasihi keadilbenaran tetapi juga membenci apa yang jahat. Dengan
demikian, belas kasihan mereka tidak berarti menyetujui perbuatan salah.—Yud
22, 23; bdk. 1Yoh
5:16, 17; lihat PEMBERIAN
BELAS KASIHAN.
7. Belas Kasihan Bersukaria atas
Penghakiman. Yakobus,
sang murid, menyatakan, ”Karena orang yang tidak mempraktekkan belas kasihan
akan dihakimi tanpa belas kasihan. Dengan berkemenangan, belas kasihan
bersukaria atas penghakiman.” (Yak 2:13)
Dari konteksnya jelas bahwa ia sedang mengembangkan gagasan yang telah
dikemukakan sebelumnya mengenai ibadat sejati, termasuk menyatakan belas
kasihan dengan memperhatikan orang yang menderita, dan tanpa sikap pilih kasih
serta membuat perbedaan dengan mengutamakan orang kaya daripada orang miskin. (Yak 1:27; 2:1-9)
Kata-kata berikutnya juga menunjukkan hal itu, karena yang dibahas adalah
tentang kebutuhan saudara-saudara yang berada ”dalam keadaan telanjang dan
tidak mempunyai cukup makanan sehari-hari”. (Yak 2:14-17)
Jadi, kata-katanya itu sesuai dengan kata-kata Yesus, bahwa orang yang berbelaskasihanlah
yang akan mendapat belas kasihan. (Mat 5:7;
bdk. Mat 6:12; 18:32-35.)
Sewaktu menghadapi penghakiman oleh Allah, orang-orang yang telah
berbelaskasihan—dengan memperlihatkan rasa kasihan atau keibaan hati, dan
memberikan pertolongan yang aktif kepada orang-orang yang berkekurangan—pada
gilirannya akan mendapat belas kasihan dari Allah, dengan demikian belas
kasihan mereka seolah-olah akan berkemenangan atas penghukuman apa pun yang
tadinya ditujukan kepada mereka. Sebagaimana dinyatakan sebuah peribahasa, ”Ia
yang mengasihani orang kecil memberikan pinjaman kepada Yehuwa, dan
perlakuannya akan dibalaskan kepadanya oleh Dia.” (Ams 19:17)
Pokok yang Yakobus kemukakan ini diteguhkan oleh banyak ayat lain.—Bdk. Ayb 31:16-23, 32; Mz 37:21, 26; 112:5; Ams 14:21; 17:5; 21:13; 28:27; 2Tim 1:16, 18; Ibr 13:16.
8. Belas Kasihan Imam Besar Allah.
Buku Ibrani menjelaskan mengapa Yesus, sebagai Imam Besar yang
jauh lebih hebat daripada imam mana pun dari garis keturunan Harun, harus
menjadi manusia, menderita, dan mati, ”Karena itu, ia wajib menjadi seperti
’saudara-saudara’-nya dalam segala hal, agar ia dapat menjadi imam besar yang
berbelaskasihan dan setia dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan Allah,
untuk mempersembahkan korban pendamaian bagi dosa orang-orang.” Karena telah
menderita di bawah ujian, ”ia dapat membantu mereka yang sedang diuji”. (Ibr
2:17, 18) Orang-orang yang menghampiri Allah melalui Yesus
dapat melakukannya dengan penuh keyakinan karena mereka memiliki catatan
tentang kehidupan Yesus, perkataannya serta perbuatannya. ”Sebab imam besar
kita ini bukanlah pribadi yang tidak dapat bersimpati terhadap
kelemahan-kelemahan kita, tetapi pribadi yang telah diuji dalam segala hal
seperti kita sendiri, namun tanpa dosa. Karena itu, biarlah kita dengan
kebebasan berbicara mendekati takhta kebaikan hati yang tidak selayaknya
diperoleh, agar kita memperoleh belas kasihan dan menemukan kebaikan hati yang
tidak selayaknya diperoleh untuk mendapat pertolongan pada waktu yang tepat.”—Ibr
4:15, 16.
Tindakan Yesus
mengorbankan kehidupannya adalah tindakan belas kasihan dan kasih yang luar
biasa. Dalam kedudukan surgawinya sebagai Imam Besar, ia memberikan bukti akan
belas kasihannya, misalnya sewaktu berurusan dengan Paulus (Saul), Yesus
memperlihatkan belas kasihan kepada Paulus karena ketidaktahuannya. Paulus
menyatakan, ”Tetapi itulah alasannya belas kasihan ditunjukkan kepadaku, yaitu
agar melalui aku sebagai kasus utama, Kristus Yesus dapat mempertunjukkan
segenap kepanjangsabarannya sebagai contoh bagi mereka yang akan menaruh iman
kepadanya untuk kehidupan abadi.” (1Tim 1:13-16)
Sebagaimana Bapaknya Yesus, Allah Yehuwa, berkali-kali memperlihatkan belas
kasihan kepada Israel dengan menyelamatkan mereka dari musuh-musuh mereka,
membebaskan mereka dari para penindas, dan membuat mereka hidup damai dan
makmur, orang-orang Kristen juga dapat
memiliki harapan yang teguh akan belas kasihan yang akan dinyatakan melalui
Putra Allah. Karena itu, Yudas menulis, ”Tetaplah berada dalam kasih Allah,
seraya kamu menunggu belas kasihan Tuan kita, Yesus Kristus, sambil menatap
kehidupan abadi.” (Yud 21)
Belas kasihan Allah yang menakjubkan melalui Kristus menganjurkan orang-orang
Kristen sejati untuk tidak menyerah dalam pelayanan mereka tetapi
menjalankannya dengan cara yang tidak mementingkan diri.—2Kor 4:1, 2.
9. Berbelaskasihan
terhadap Binatang.
Amsal 12:10
mengatakan, ”Orang adil-benar memperhatikan jiwa binatang peliharaannya, tetapi
belas kasihan orang-orang fasik itu kejam.” Orang adil-benar tahu apa yang
dibutuhkan binatangnya dan mempunyai perasaan terhadap kesejahteraan mereka,
sedangkan belas kasihan orang fasik tidak digugah oleh kebutuhan-kebutuhan itu.
Menurut prinsip dunia yang mementingkan diri dan tidak berperasaan ini, perlakuan
terhadap binatang didasarkan hanya atas keuntungan yang bisa diperoleh. Apa
yang orang fasik anggap sebagai pemeliharaan yang memadai sebenarnya mungkin
adalah perlakuan yang kejam. (Kontraskan dengan Kej 33:12-14.)
Perhatian orang adil-benar terhadap binatangnya sebenarnya hanya meniru cara
Allah memelihara binatang sebagai bagian dari karya ciptaan-Nya.—Bdk. Kel 20:10; Ul 25:4; 22:4, 6, 7; 11:15; Mz 104:14, 27; Yun 4:11.
10. Belas Kasihan dan Kebaikan Hati.
Kata-kata lain yang berkaitan erat dan sering dihubungkan
dengan kata ra·khamimʹ dan eʹle·os adalah kata Ibrani kheʹsedh
(Mz 25:6; 69:16; Yer 16:5; Rat 3:22)
dan kata Yunani khaʹris (1Tim 1:2; Ibr 4:16; 2Yoh 3),
yang masing-masing berarti ”kebaikan hati yang penuh kasih (kasih yang loyal)”
dan ”kebaikan hati yang tidak selayaknya diperoleh”. Kheʹsedh berbeda
dengan ra·khamimʹ karena menonjolkan pengabdian atau keterikatan yang
loyal dan pengasih kepada objek kebaikan hati itu, sedangkan ra·khamimʹ menandaskan
perasaan simpati yang lembut atau kasihan. Demikian pula, perbedaan utama
antara khaʹris dan eʹle·os adalah bahwa khaʹris khususnya
mengungkapkan gagasan tentang pemberian cuma-cuma dan yang tidak selayaknya
diperoleh, jadi menekankan kedermawanan dan kemurahan hati di pihak si pemberi,
sedangkan eʹle·os menandaskan tanggapan yang penuh belas kasihan
terhadap kebutuhan orang-orang yang menderita atau tidak beruntung. Sebagai
contoh, khaʹris (kebaikan hati yang tidak selayaknya diperoleh)
diperlihatkan oleh Allah kepada Putra-Nya sendiri sewaktu Ia ”dengan baik hati
[e·kha·riʹsa·to] memberinya nama di atas setiap nama lain”. (Flp 2:9)
Kebaikan hati ini tidak dimotivasi oleh rasa kasihan tetapi oleh kemurahan hati
Allah yang penuh kasih.
Apa perbedaan antara belas kasihan dan
anugerah?
Istilah belas kasihan dan anugerah seringkali
membingungkan. Meski memiliki makna yang sama, belas kasihan dan anugerah
tidaklah sama pemahamannya. Untuk membedakannya: belas kasihan adalah ketika
Allah tidak menghukum kita atas dosa yang telah kita perbuat. Anugerah
merupakan berkat Allah yang kita terima, meski sebenarnya kita tidak pantas
menerimanya. Belas kasihan membebaskan kita dari penghakiman. Anugerah
memperluas jangkauan kebaikan kepada mereka yang tidak layak menerimanya.
"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih
setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah
aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!” Ini
merupakan permohonan atas belas kasihan Allah untuk menahan penghakiman, yang
sebenarnya pantas untuk kita terima, bukannya malah dikaruniakan pengampunan.
Kita tidak layak menerima apapun dari Allah. Allah
tidak berhutang apapun kepada kita.Segala hal baik yang kita alami merupakan
hasil dari anugerah Allah semata. Anugerah adalah kebaikan yang tidak layak
kita terima. Allah memberikan hal baik yang tidak pantas kita terima dan yang
tidak pernah kita cari. Bisa diselamatkan dari penghakiman oleh belas kasihan
Allah, membuat anugerah menjadi hal yang terpenting dan segalanya bagi hidup
kita, bahkan melampaui belas kasihan itu sendiri. Anugerah umum mengacu pada
anugerah Allah yang berdaulat yang dilimpahkan kepada semua manusia tanpa
memandang status rohani mereka di hadapan-Nya. Anugerah keselamatan adalah
dispensasi khusus dari kasih karunia, di mana Allah secara berdaulat
melimpahkan pertolongan ilahi kepada orang pilihan-Nya untuk dilahir-barukan
dan dikuduskan.
Belas kasihan dan anugerah Allah tergambarkan dengan jelas melalui jalan keselamatan yang tersedia melalui Yesus Kristus. Kita sebenarnya pantas dihukum, tetapi jika kita menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamat, kita menerima belas kasihan dari Allah sehingga kita dibebaskan dari penghukuman.Sebagai ganti penghukuman, kita malah menerima anugerah keselamatan, pengampunan dosa, hidup berkelimpahan, dan hidup kekal di Surga, tempat yang paling indah yang bisa dibayangkan. Oleh karena belas kasihan dan anugerah Allah, respon kita seharusnya menjadi tersungkur dan berlutut dalam penyembahan dan ucapan syukur. Karena itu, menyatakan,“Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia,supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.”
Belas kasihan dan anugerah Allah tergambarkan dengan jelas melalui jalan keselamatan yang tersedia melalui Yesus Kristus. Kita sebenarnya pantas dihukum, tetapi jika kita menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamat, kita menerima belas kasihan dari Allah sehingga kita dibebaskan dari penghukuman.Sebagai ganti penghukuman, kita malah menerima anugerah keselamatan, pengampunan dosa, hidup berkelimpahan, dan hidup kekal di Surga, tempat yang paling indah yang bisa dibayangkan. Oleh karena belas kasihan dan anugerah Allah, respon kita seharusnya menjadi tersungkur dan berlutut dalam penyembahan dan ucapan syukur. Karena itu, menyatakan,“Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia,supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.”
CINTA
KASIH EROTIS
Cinta kasih erotis yaitu kehausan akan penyatuan yang
sempurna, akan penyatuan dengan seseorang lainnya. cinta kasih erotis bersifat
ekslusif, bukan universal, pertama-tama cinta kasih erotis kerap kali di
campurbaurkan dengan pengalaman yang dapat di eksplosif berupan jatuh cinta.
Tetapi seperti yang telah dikatakan terlebih dahulu , pengalaman intimitas,
kemesraan yang tiba-tiba ini pada hakekatnya hanya sementara.
Keinginan seksual menuju kepada penyatuan diri, tetapi
sekali-kali bukan merupakan nafsu fisi belaka, untuk meredakan ketegangan yang
menyakitkan. Rupanya keinginan seksual dengan mudah dapat di dicampuri atau di
stimulasi oleh tiap-tiap perasaan yang mendalam.
Dalam cinta kasih erotis terdapat eksklusivitas yang
tidak terdapat dalam cinta kasih persaudaraan dan cinta kasih keibuan, sering
kali eksklusivitas dalam cinta kasih erotis di salah tafsirkan dan di
artikan sebagai suatu ikatan hak milik, contoh sering kita jumpai separang
orang-orang yang sedang saling mencintai tanpa merasakan cinta kasih terhadap
setiap orang lainya.
Cinta kasih erotis apabila ia benar-benar cinta kasih,
mempunyai satu pendirian yaitu bahwa seseorang sunguh-sunguh mencintai dan
mengasihi dengan jiwanya yang sedalam-dalamnya dan menerima pribadi orang
lain(wanita ataupun pria). Hal ini merupakan dasar gagasan bahwa suatu
pernikahan tradisional, yang kedua mempelainya tidak pernah memilih jodohnya
sendiri, beda halnya dengan kebudayaan barat/ zaman sekarang, gagasan itu
ternyata tidak dapat diterima sama sekali. Cinta kasih hanya di anggap sebagai
hasil suatu reaksi emosional dan spontan.
Sumber:
1.
https://yanuirdianto.wordpress.com/2013/03/28/cinta-menurut-ajaran-agama/
2.
https://www.slideshare.net/GunturAbdinegoro/bab-4-manusia-dan-cinta-kasih-62304561
3.
http://desispectryani.blogspot.co.id/2012/04/arti-kasih-sayang-dalam-hidup.html
4.
http://www.kompasiana.com/arnoldbelau/arti-dan-makna-kasihsayang_
5.
http://toyalab.blogspot.co.id/2012/04/pengertian-pemujaan.html
6.
http://sarahabibah.blogspot.co.id/2012/04/pengertian-pemujaan.html
7.
http://www.parapsikologi.co.id/gunung-pucangan-tempat-keramat-untuk-pemujaan-segala-hajat/
8.
https://id.wikipedia.org/wiki/Belas_kasihan
9. https://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/1200002994
10. https://www.gotquestions.org/Indonesia/belas-kasihan-anugerah.html
Komentar
Posting Komentar