Tugas 4 (Terakhir) ISD
Tugas Terakhir
Buat analisa
tentang perkembangan masyarakat, terkait dengan kehidupan beragama, dan
integrasinya Negaranya Myanmar, Filipina, China dan Brunei Darussallam
PEMBAHASAN
Integrasi merupakan suatu proses penyatuan unit-unit menjadi suatu
kesatuan yang lebih besar. Dalam Hubungan Internasional, unit-unit yang
dilibatkan dalam suatu proses integrasi merupakan negara, dengan hasil akhir
suatu komunitas atau organisasi supranasional sebagai suatu kesatuan yang lebih
besar. Secara khusus, Ernest Haas dalam bukunya, The Uniting of Europe: Political, Social and Economic Forces (1958, h. 16) mendefinisikan integrasi sebagai:
“...the process whereby political actors in
several distinct national settings are persuaded
to shift loyalties, expectations and political activities toward a new centre,
whose institutions possess or demand jurisdiction over the pre-existing
national states.”
Poin penting dalam definisi integrasi menurut Haas ini adalah adanya pergeseran
kesetiaan terhadap suatu pusat yang baru. Pergeseran ini pasti terjadi dalam
setiap proses integrasi, di mana sebagian yurisdiksi dan kedaulatan, yang
sebelumnya dipegang oleh negara, kini menjadi wewenang “pemimpin baru,” yang
merupakan hasil dari integrasi.
Lebih gamblang lagi, Martin Griffiths
mendefinisikan integrasi sebagai suatu proses yang melibatkan suatu proses
berikut:
“...pergerakan
menuju kerjasama antarnegara, transfer otoritas kepada institusi supranasional,
peningkatan dan penyamaan nilai-nilai, dan perubahan menuju masyarakat global
atau pembentukan komunitas masyarakat politik yang baru.” (Suparman 2010, h.
103).
Griffiths mengistilahkan pergeseran kekuasaan Haas sebagai suatu proses
transfer otoritas kepada suatu entitas yang lebih besar yaitu institusi
supranasional. Griffiths juga menyatakan dalam suatu integrasi diperlukan
adanya penyatuan perbedaan yang dapat dicapai melalui penyamaan atau
pembentukan nilai-nilai bersama. Hal ini sangatlah penting untuk membangun
suatu entitas yang solid dan tidak mudah terpecah belah. Pada akhirnya,
integrasi akan menghasilkan suatu perubahan menuju masyarakat global sebagai
suatu komunitas politik yang baru dan lebih luas.
1. Faktor Pendukung Integrasi
Integrasi merupakan suatu proses yang terus berjalan dan perkembangannya
dipengaruhi oleh berbagai hal. Dalam dinamikanya, terdapat beberapa faktor yang
mendorong terjadinya proses integrasi. Faktor-faktor tersebut adalah faktor
struktural, proses, dan kebetulan (Suparman 2010, h. 106).
Faktor struktural disebut juga sebagai faktor long term yang berarti bahwa faktor
tersebut merupakan suatu potensi atau prakondisi baku yang telah dimiliki oleh
suatu kawasan sejak lama. Faktor struktural yang berkaitan dengan integrasi
terdiri dari attitude (sikap) dan resources (sumber daya).
·
Sikap merupakan faktor normatif
yang berkaitan dengan nilai dan norma yang dianut serta budaya sosial
masyarakat suatu kawasan. Terdapat 2 subjek pelaksana attitude tersebut yang cukup signifikan dalam mendukung terjadinya
integrasi, yaitu elit politik dan masyarakat. Attitude elit politik yang dimaksud di sini adalah secara spesifik
nilai-nilai yang dianut oleh pemimpin dan petinggi negara yang notabene
merupakan pengendali terjadinya integrasi secara langsung. Jika nilai yang
dianit pra elit politik tersebut sudah koheren dan harmonis, tentunya integrasi
akan lebih mudah untuk dilakukan. Sedangkan yang dimaksud dengan attitude masyarakat adalah budaya sosial
dan pandangan masyarakat mengenai identitasnya. Meskipun sudah dilakukan
harmonisasi nilai-nilai di kalangan elit politik, pada akhirnya integrasi akan
melibatkan masyarakat secara langung, sehingga dibutuhkan penyamaan pandangan
akan identitas bersama.
·
Sumber daya merupakan suatu
faktor fisik yang mampu mempengaruhi terjadiny integrasi. Perbedaan potensi
sumber daya yang dimiliki unit-unit yang berintegrasi dapat menjadi faktor
kritis dalam berjalannya integrasi. Perbedaan tersebut di satu sisi dapat
memunculkan konflik, tetapi di sisi lain jika dapat dikelola dengan kerjasama
yang baik akan mampu membangun komunitas yang kuat. Sumber daya juga dapat
mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu negara yang perbedaan/kesenjangannya
dapat menghambat proses integrasi.
Faktor proses disebut juga middle
term yang terdiri dari berbagai proses yang mampu mendorong terjadinya
integrasi. Proses pertama yang mempengaruhi proses integrasi adalah dorongan
secara ekonomi dan politik. Dorongan tersebut muncul dari berbagai kebutuhan
negara dalam bidang politik dan ekonomi yang beraneka ragam dan hanya dapat
dipenuhi melalui kerja sama dengan negara lain. Proses selanjutnya adalah
hubungan fungsional, yaitu suatu hubungan saling ketergantungan yang dimiliki
oleh negara-negara yang bekerja sama dalam mencapai kepentingan nasionalnya.
Ketergantungan tersebut akan mendorong terjadinya
integrasi antarnegara. Proses transaksi ekonomi dan sosial merupakan proses
lainnya yang mendorong terjadinya integrasi. Peningkatan proses transaksi
ekonomi dan sosial akan memperkuat kohesi antarnegara sehingga mendorong
terjadinya integrasi. Proses pembelajaran dan komunikasi merupakan suatu proses
terakhir yang bersifat paling normatif. Peningkatan intensitas komunikasi dan
pembelajaran akan memunculksn kesadaran akan pentingnya integrasi sebagai
sarana kerja sama antarnegara.
Faktor kebetulan merupakan faktor pendorong
integrasi yang sifatnya sangat dramatis dan berlangsung dalam waktu singkat.
Keberadaan katalisator eksternal merupakan bagian dari faktor kebetulan. Salah
satu contoh katalisator eksternal tersebut adalah keberadaan ancaman sistemik
yang mendorong terjadinya integrasi dalam bentuk aliansi sebagai solusi dalam
mengatasi insekuritas tersebut. Bagian lain yang termasuk dalam faktor
kebetulan adalah penggunaan berbagai seruan ideologis untuk mendukung maupun
menghambat suatu proses integrasi. Bagian terakhir dalam faktor ini adalah bargaining solution yang mempengaruhi
karakteristik integrasi pada akhirnya.
2. Teori Integrasi
Dalam rangka memahami integrasi, terdapat beberapa teori yang memandang
dan menjelaskan integrasi dari berbagai perspektif. Teori-teori tersebut adalah
federalisme, pluralisme, fungsionalisme, neofungsionalisme, komunikasi, dan
regionalisme.
·
Federalisme; memandang perlunya
integrasi yang terjadi secara mendasar dan konstitusional, sehingga
menghasilkan suatu institusi supranasional yang legal. Hal ini dianggap
merupakan suatu hal yang esensial karena menurut kaum federalis, konflik
terjadi karena sistem internasional yang anarki, sehingga untuk menghindari konflik,
ke-anarki-an tersebut harus dikendalikan melalui suatu institusi internasional
yang secara legal memiliki kekuasaan di atas negara (Carls & Naughton,
2002).
·
Fungsionalisme; memandang
integrasi sebagai sarana kerjasama antarnegara dalam menjalankan fungsi dan
keahliannya masing-masing, untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya yang
lebih baik. Menurut Mittrany (1933, h. 101), integrasi dikatakan sebagai suatu collective governance and ‘material
interdependence’. Hal ini berarti bahwa integrasi yang menjadi perhatian kaum fungsionalis adalah integrasi sebagai
pemerintahan bersama yang didasari oleh ketergantungan ekonomi, dan memiliki
tujuan untuk mencapai kesejahteraan ekonomi yang lebih baik.
Adanya istilah ‘collective
governance’ dalam hal ini menunjukkan bahwa konteks kedaulatan dalam hal
ini bukanlah supranasional melainkan kepemilikan bersama yang digerakkan
melalui kerja sama.
·
Neofungsionalisme; merupakan
kombinasi antara federalisme dan fungsionalisme. Neofungsionalis membenarkan
pandangan kaum fungsionalis yang menyatakan bahwa integrasi dilakukan melalui
kerjasama atas dasar ketergantungan ekonomi. Akan tetapi, sejalan dengan
federalisme, neofungsionalisme juga memandang bahwa hasil akhir dari suatu
integrasi adalah institusi politik formal supranasional. Kaum neofungsionalis
memiliki tujuan yang sama dengan federalis, tetapi lebih memilih metode
integrasi kaum fungsionalis yang perlahan (Ozen, 1998).
·
Pluralisme; memandang integrasi
sebagai suatu pencapaian dalam memiliki rasa kepemilikan dalam suatu komunitas,
yang tadinya merupakan bagian-bagian yang berbeda dan terpisah, tetapi telah
berubah menjadi suatu sistem yang koheren dan harmonis (Deutsch, 1957).
Meskipun diindikasikan dengan meningkatnya interaksi (komunikasi dan transaksi)
antarmasyarakat dan timbulnya rasa kepemilikan, tetapi dalam tetap tidak dirasa
perlu untuk
membuat
suatu institusi supranasional yang memiliki otoritas legal terhadap
komunitas
tersebut.
·
Regionalisme; mengarah pada
masyarakat global yang lebih mudah dicapai melalui integrasi kawasan atau
regionalisme. Melalui kawasan yang memiliki kesamaan kondisi dan posisi
geografis, budaya, sosial, dan ideologi, integrasi diharapkan dapat memiliki
kohesi yang lebih kuat dan berfungsi lebih efektif.
3.
Alternatif
Perubahan dalam Integrasi
Integrasi merupakan suatu proses yang dinamis, sehingga memungkinkan
terjadinya berbagai perubahan dalam praktiknya. Perubahan tersebut terjadi pada
derajat otoritas institusi sebagai hasil dari integrasi dan cakupan isunya.
Philippe Schmitter dalam A Revised Theory
in Regional Integration (1970, h. 840) menuliskan bahwa terdapat tujuh
alternatif perubahan yang mungkin terjadi dalam suatu entitas hasil dari
integrasi.
·
Alternatif pertama adalah spillover, di mana terjadi peningkatan
otoritras kekuasaan dan perluasan cakupan isu yang ditangani oleh institusi
hasil integrasi. Fenomena ini menunjukkan keberhasilan integrasi sehingga
dirasa perlu dilakukan perluasan untuk mencapai hasil yang lebih baik lagi.
·
Alternatif kedua adalah spill-around, di mana otoritas institusi
tidak meningkat, tetapi terjadi perluasan isu yang ditangani.
·
Alternatif ketiga adalah build-up, yang merupakan kebalikan dari spill-around, yaitu terjadi peningkatan
otoritas kekuasaan institusi tetapi tidak
diikuti dengan terjadinya perluasan isu yang ditangani.
·
Alternatif keempat adalah muddling-about, di mana terjadi
perluasan isu yang ditangani oleh suatu institusi hasil integrasi, tetapi hal
ini diikuti oleh penurunan kepercayaan anggota terhadap institusi tersebut,
sehingga terjadi penurunan derajat kekuasaan institusi.
·
Alternatif kelima adalah retrenchment, yang merupakan kebalikan
dari muddling about. Dalam retrenchment,
kepercayaan anggota terhadap institusi semakin menguat, sehingga hal ini
diikuti oleh peningkatan derajat
kekuasaan
institusi. Tetapi di sini justru terjadi penyempitan cakupan isu
yang
ditangani oleh institusi menjadi lebih spesifik.
·
Alternatif keenam adalah spillback, di mana terjadi penurunan
derajat kekuasaan institusi yang diikuti dengan dipersempitnya cakupan isu yang
ditangani. Spillback merupakan
kebalikan dari spillover, yang
berarti merupakan suatu kemunduran dalam suatu proses integrasi.
·
Alternatif ketujuh adalah encapsulation, di mana dalam merespon
suatu krisis yang terjadi, tidak dilakukan modifikasi besar, melainkan hanya
perubahan kecil saja sehingga dapat dikatakan tidak ada perubahan yang
signifikan dalam derajat kekuasaan dan cakupan isu yang ditangani oleh
institusi.
4.
Fungsi
Integrasi
Integrasi sendiri memiliki fungsi, yang pertama adalah untuk balancing dan bandwagoning. Balancing merupakan usaha negara-negara untuk
membentuk aliansi dalam rangka
mengimbangi dominansi hegemon atau aliansi lain. Sedangkan bandwagoning merupakan usaha negara kecil untuk menjaga stabilitas
negaranya dengan beraliansi dengan negara besar. Perbedaan bandwagoning dan balancing terletak
pada karakteristik respon negara dalam merespon ancaman dari hegemon. Balancing lebih memilih untuk menciptakan suatu counter-hegemon, sedangkan bandwagoning lebih memilih untuk
bergabung dengan hegemon tersebut
(Walt 1987, h. 110-111).
Fungsi kedua dari integrasi adalah institution building atau pembentukan
institusi regional yang berfungsi sebagai pengorganisir dan fasilitator
interaksi negara-negara kawasan. Institusi yang muncul dalam integrasi memiliki
dasar prinsip soft law dan soft institutionalization, yang berarti
bahwa hukum yang berlaku tidak mengikat secara legal melainkan hanya berfungsi
sebagai norma, sehingga otoritas institusi yang dibangun tidak bersifat
supranasional (berada di atas kedaulatan negara) (Ruland 2002, h. 7).
Fungsi ketiga dari integrasi adalah untuk rationalizing dan agenda setting. Rationalizing
muncul karena kondisi sistem internasional saat ini yang sangat kompleks, jumlah aktor yang meningkat
dan penuh dengan ketergantungan,
sehingga perlu dilakukan penyesuaian terhadap fenomena tersebut. Salah
satu cara penyesuaian adalah dengan rationalizing,
yaitu penyamaan logika dalam memandang suatu permasalahan dalam kawasan yang terintegrasi
sehingga tercipta kebijakan yang serupa. Sedangkan agenda setting merupakan penggunaan integrasi sebagai pembentuk
koalisi dan respon bersama dalam menghadapi suatu fenomena global, sehingga
diskusi permasalahan yang berlangsung dapat lebih terarah.
Fungsi keempat adalah identity building atau pembentukan identitas. Dalam kawasan yang
terintegrasi identitas nasional akan digantikan dengan identitas bersama yang
bersifat umum dan mencakup seluruh anggotanya. Identitas tersebut berasal dari
persamaan nilai-nilai yang dianut dalam kawasan. Fungsi kelima dari integrasi
adalah sebagai sarana stabilisasi dan perkembangan bersama. Dalam suatu entitas
yang lebih besar, yaitu kawasan yang terintegrasi, diharapkan stabilitas dapat
lebih terjaga. Kerja sama yang dilakukan oleh anggota juga diharapkan mampu
mendukung perkembangan masing-masing negara kawasan. Menurut Santos- Neves
terdapat satu fungsi tambahan dari integrasi yaitu untuk community building (Wiessala 2011, h. 65).
1. Politik di Brunei Darussalam
a. Sistem
Politik dan Pemerintahan
Brunei Darussalam terletak di bagian utara Pulau Kalimantan dan
berbatasan langsung dengan Malaysia, dengan ibukotanya Bandar Seri
Begawan, yang merupakan kota terbesar di negara ini. Brunei terkenal sebagai
negara yang bernuansa islami, hal ini terlihat dari dijadikannya Istana Nurul
Iman sebagai ikon negara Brunei. Perkembangan Islam yang pesat di Brunei
diawali pada masa kepemimpinan Sultan Syarif Ali, Sultan ke-3 Brunei yang
kemudian menurunkan sultan-sultan lain di wilayah Sambas dan Sulu. Jalur
perdagangan juga merupakan sarana penyebaran Islam yang efektif di Brunei
setelah jatuhnya Kerajaan Malaka oleh Portugis. Hingga saat ini, mayoritas
penduduk Brunei menganut agamaIslam dan beretnis melayu.
Sistem pemerintahan Brunei menggunakan sistem
kesultanan konstitusional atau Monarki Islam Melayu. Terdapat tiga komponen
utama dalam pemerintahan Brunei, yaitu budaya Melayu, agama Islam dan kerangka
politik Monarki. Ketiga komponen tersebut tergabung dalam konsep “Melayu Islam
Beraja” (MIB)
(Brunei Press, 2014). Sultan Brunei yang berkuasa saat ini adalah Sultan
Hassanal Bolkiah yang memerintah sejak 5 Oktober 1967 dan merepresentasikan
kepala negara (Yang Di-Pertuan Agong), kepala pemerintahan, pemimpin keagamaan,
sekaligus Menteri Pertahanan dan Menteri Keuangan. Pengaruh kesultanan di
Brunei bermula antara abad ke-15 dan abad ke-17 ketika dikuasainya wilayah
barat laut Kalimantan dan bagian selatan Filipina (CIA, 2014b). Pada masa
tersebut, negara-negara Eropa juga melakukan ekspansi wilayah hingga ke Asia
Tenggara. Salah satu negara Eropa, Inggris, kemudian memasuki Brunei dan resmi
menjadikannya sebagai wilayah protektorat Inggris pada tahun 1888. Brunei meraih
kemerdekaannya pada tahun 1984 dan mengalami pembaharuan politik pada tahun
2004.
karena berbagai jaminan yang disediakan pemerintah telah memberikan
keuntungan dan kemudahan dalam kehidupan penduduk Brunei. Walaupun kondisi
politik Brunei hingga saat ini terbilang stabil, Brunei sempat mengalami
pergeseran sistem pemerintahan dari monarki absolut menjadi demokrasi
parlementer. Perubahan ini ditandai dengan pemberlakuan kembali Dewan
Legislatif dan Pardons Board yang bertugas memberi nasihat kepada Sultan
mengenai masalah adat istiadat dan pemberian pengampunan (Sidik, 2011).
Perkembangan ekonomi Brunei sangatlah pesat, hal
ini ditandai dengan dinobatkannya Brunei sebagai salah satu negara yang
memiliki standar hidup tertinggi di dunia dan GDP tertinggi se-Asia. Tingkat
GDP Brunei sempat mengalami penurunan sebesar 0.6 persen pada tahun 2007 dan
4.4 persen pada tahun 2006 akibat krisis ekonomi global, yang juga berdampak pada
menurunnya harga minyak. Namun demikian, pada tahun 2009 pemerintah Brunei
berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang positif melalui berbagai
kebijakan fiskal dan keuangan yang bijaksana, salah satunya melalui jaminan
dolar Brunei dan mendepositkan mata uang asing (Asia Trade Hub, 2014). Kekayaan
Brunei dalam hal minyak dan gas merupakan bargaining
position tersendiri bagi Brunei untuk menjadi negara anggota
organisasi-organisasi regional maupun internasional.
2. Politik di Filipina
Republik Filipina atau Filipina merupakan sebuah negara kepulauan yang
terletak di kawasan Asia Tenggara. Filipina terbentang dari 7.107 pulau yang
secara geografis Filipina berbatasan dengan Indonesia dan Malaysia di sebelah
selatan, Laut Cina Selatan di sebelah barat, Taiwan di Utara dan Laut Filipina
serta Samudera Pasifik di sebelah Timur (CIA, 2014e). Filipina sendiri terbagi
ke dalam tiga kepulauan utama yang terdiri dari Luzon, Minadao dan Visayas.
Beribukotakan Manila di Pulau Luzon, Filipina
mengenal Bahasa Tagalog dan Bahasa Inggris sebagai bahasa resmi. Mayoritas
penduduk Filipina memeluk agam Katolik yakni sebanyak 83% dan sisanya pemeluk
agama lainnya seperti Protestan, Islam, agama lokal Filipina. Sedangkan dari
segi etnisitas, mayoritas etnis di Filipina adalah etnis Tagalog dengan
presentase 28%. Selain itu terdaoat etnis Cebuano sebanyak 13%, Ilocano 9%, dan
etnis-etnis lokal Filipina lainnya (CIA, 2014e).
Secara historis, Filipina mencapai kemerdekaannya
pada 4 Juli 1946 setelah melewati tahapan yang cukup panjang (CIA, 2014e).
Filipina dahulu merupakan negara koloni Spanyol dan nama “Filipina” itu sendiri
diberikan oleh Raja
Spanyol saat itu, Raja Filipe II. Sejak tahun 1898, Filipina kemudian
dikuasai oleh Amerika Serikat setelah terjadi perang antara Spanyol dan Amerika
Serikat. Pasca perang tersebut, Filipina mendapatkan pengaruh yang besar dari
Amerika Serikat hingga pada tahun 1935, Filipina dinyatakan sebagai salah satu
persemakmuran
Amerika Serikat. Meskipun Amerika terlihat dominan, namun pada Perang
Dunia II terjadi, Jepang sempat menguasai Filipina sebelum akhirnya Filipina
memerdekakan diri.
a.
Sistem
Politik dan Pemerintahan
Sistem
pemerintahan Filipina adalah presidensial. Presiden Filipina akan
bertindak sebagai kepala negara, kepala pemerintahan serta penglima
tertinggi angkatan bersenjata. Presiden dan Wakil Presiden dipilih melalui
proses pemilihan umum dan akan menjabat selama enam tahun. Namun, pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden di Filipina dilakukan secara terpisah dan
memungkinkan Presiden dan Wakil Presiden berasal dari partai politik yang
berbeda. Presiden Filipina pada saat bersamaan juga perperan sebagai dewan
eksekutif. Sedangkan pada dewan legislatif, Filipina menganut sistem bikameral
atau sistem dua kamar yang terdiri dari Kongres sebagai majelis tinggi dan
Dewan Perwakilan sebagai majelis rendah (CIA, 2014e).
Kongres terdiri atas 24 senator dengan masa jabatan
enam tahun yang dipilih secara langsung dan hanya bisa terpilih untuk dua
periode berturut-turut. Kongres ini memiliki hak veto seperti untuk menolak
undang-undang yang diusulkan Presiden apabila mencapai dua pertiga suara senat.
Sementara itu, Dewan Perwakilan di Filipina terdiri dari 260 anggota yang
terdiri dari 208 dipilih secara langsung dan 52 anggota dipilih secara tidak
langsung berdasarkan kelompok minoritas masyarakat adat. Masa jabatan anggota
Dewan Perwakilan adalah tiga tahun dengan dibatasi maksimal menjabat pada tiga
kali periode secara berturut-turut. Sedangkan, Dewan Yudikatif Filipina
terletak pada Mahkamah Agung yang terdiri dari hakim agung dan hakim anggota
sebanyak empat belas orang. Bentuk pemerintahan Filipina adalah Republik. Hal
tersebut tercermin dari nama resmi Filipina yakni Republik Filipina atau dalam
Bahasa Tagalog
“Republika ng Pilipinas”.
Republik Filipina kemudian terbagi menjadi 17 region dengan 80 provinsi (CIA,
2014e). Pembagian 17 region terdiri dari beberapa provinsi ini dilakukan guna
mempermudah koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
mengingat kondisi geografis Filipina yang terdiri dari pulau-pulau.
b.
Situasi
Politik
Presiden
Filipina saat ini adalah Benigno Aquino III dengan Wakil Presiden
Jejomar Binay. Keduanya dilantik pada 30 Juni 2010 melalui pemilihan
umum terpisah. Presiden Aquino terpilih setelah memenangkan suara pemilihan
umum sebesar 42%, unggul dari pesaing terdekatnya Joseph Estrada dengan suara
26%, sedangkan Wakil Presiden Binay memenangkan pemilihan umum dengan
mengantongi jumlah suara sebesar 41%, unggul tipis dari pesaing terdekatnya
Manuel Roxas dengan jumlah suara 39% (CIA, 2014e).
Situasi perpolitikan dalam negeri di Filipina
sendiri mengalami pasang surut terutama atas terjadinya pemberontakan yang
dilakukan oleh Moro National Liberation Front (MNLF) serta bencana-bencana alam
yang kerap melanda Filipina seperti gempa bumi di Kepulauan Bohol pada Oktober
2013 dan Topan Haiyan pada November 2013. Meskipun demikian, data statistik
hasil jejak pendapat yang dilakukan oleh Social Weather Stations perihal
kepuasan masyarakat atas pemerintahan Aquino menunjukan hasil yang positif
(Rood, 2014).
Masyarakat menilai bahwa Aquino dinilai melakukan
berbagai perubahan dari berbagai aspek, terutama perpolitikan, di banding pada
era pemerintahan sebelumnya. Keseriusan sikap pemerintah Filipina di era
kepemimpinan Presiden Aquino dalam kasus MNLF ini ditujukan dengan upaya
negosiasi dengan pemerintah Malaysia. Sedangkan pada isu di kawasan, seperti
Laut Cina Selatan, Filipina terus memperjuangkan wilayah di perairan tersbeut
yang mereka anggap sebagai bagian dari kedaultannya dengan melakukan penetrasi
baik secara militer maupun diplomatik. Sementara itu, mulai membaiknya
perekonomian Filipina turut mendorong stabilisasi perpolitikan dalam negeri
negeri tersebut dan aura positif pemerintahan Presiden Aquino. Oleh karna itu,
Filipina kini tengah mengalami masa pengembalian citra dan kemampuannya sebagai
bangsa yang besar di bawah kepemimpinan Presidennya kini.
c. Politik dalam ASEAN
Filipina kini tengah bangkit, baik dari segi
perpolitikan maupun perekonomiannya. Menyikapi pengintegrasian kawasan, seperti
ASEAN
Community 2015, merupakan menjadi isu yang
tricky bagi Filipina itu sendiri. Filipina
memang dalam masa pembangunan kembali di berbagai aspek, namun dalam menyikapi
ASEAN Community, Filipina dinilai masih harus memperbaiki beberapa aspek, salah
satunya sektor ekonomi. Tak dapat dipungkiri bahwa pengintegrasian kawasan
nanti akan menyorot aspek perekonomian. Di tengah pemulihan ekonomi, Filipina
dianggap masih berada di bawah beberapa negara ASEAN lainnya, seperti
Singapura, Indonesia, Thailand dan Malaysia terutama pada aspek keterbukaan
pasar modal (Setiawan, 2012).
Pada tingkatan ekonomi makro, Filipina memang kaya
akan sumber daya manusia, yang mana menjadi modal utama penggerak perekonomian,
namun Filipina juga dapat menjadi lading konsumen bagi negara-negara lainnya.
Pada sektor politik dan keamanan, stabilitas perpolitikan Filipina kini tengah
berada dalam situasi yang cukup baik di bawah kepemimpinan Presiden Aquino.
Meskipun demikian, Filipina kini tengah berkutat pada permasalahan sengketa
Laut Cina Selatan yang mana sangat menyedot perhatian negara-negara ASEAN di
tengah usaha pengintegrasian kawasan. Pada kasus ini, Filipina dinilai akan
tetap mendahuluan core national interest
atas kedaulatannya mengingat Filipina merupakan salah satu negara bersengketa
yang cukup vokal.
Di sisi lain, diharapkan upaya pengintegrasian
kawasan ini dapat menghadirkan sebuah jalan tengah yang mampu meredam
ketegangan pada kasus ini. Filipina secara politik dan keamanan dinilai cukup
memiliki power yang signifikan di
kawasan ASEAN, terlepas dari masalah-masalah dalam negeri yang kerap kali
terjadi di Filipina. Sedangkan dari segi sosial budaya, Filipina merupakan
salah satu negara yang mengakui Bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya. Hal
ini kemudian menjadi keuntungan serta mendorong kemajuan dari segi aspek sosial
budaya masyarakat Filipina dibanding masyarakat di negara ASEAN lainnya.
Filipina juga merupakan negara dengan latar sejarah
yang cukup bercorak terutama sebagai negara bekas koloni Spanyol yang
menanamkan pengaruh yang cukup signifikan di Filipina. Keunikan Filipina dari
segi sosial budaya mampu menjadi modal penting dalam pengintegrasian kawasan
ini.
3. Politik di Filipina
Perkembangan
Filsafat Cina
Cina sebagai salah satu negara yang
memiliki kebudayaan yang tertua didunia memiliki tradisi dan sejarah yang
panjang dalam bidang filsafat. Tradisi filsafat Cina diketahui sudah ada
kira-kira semenjak tahun 600 Sebelum Masehi, bahkan lebih tua dari keberadaan filsafat barat. Hanya saja karena
dipengaruhi oleh hal-hal kepercayaan akan dewa-dewa serta memandang perubahan
yang terjadi di dunia merupakan sifat alami dunia itu sendiri yang bersifat
absolut seperti benda-benda yang ada di dunia itu sendiri, maka penyebaran ajaran filsafat cina ini tidak seperti filsafat barat.
Filasafat tiongkok ini lebih bersifat “khusus” untuk masyarakat tionghoa.
Walaupun sebenarnya, banyak sekali keanekaragaman khasanah ilmu dan pemikiran
yang bermanfaat.
Filsafat Cina indentik dengan adanya
keseimbangan antara urusan duniawi dan surgawi, yang mana dapat dipahami
sebagai bentuk dogmatis terhadap manusia dalam menghadapi kehidupan di dunia
dan kehidupan setelah mati. Diketahui filsafat Cina sebagai sebuah dialektika
kehidupan yang kritis mulai berkembang pada masa Dinasti Zhou (1222-256 SM),
dimana banyaknya peneliti menemukannya naskah-naskah Tionghoa yang sangat klasik yang ada sampai saat ini.
Filsafat tiongkok juga dikenal
dengan istilah Filsafat Cina atau ada juga yang menyebutnya dengan Filsafat
Tionghoa. Kata Cina lebih diketahui orang banyak, karena kata Tiongkok hanya
ada di penggunaan bahasa Indonesia, yang terdeskripsi kepada cina. Sedangkan
Tionghoa lebih kepada orang (Cina).
Peradaban tiongkok telah kita
ketahui sangat maju. Itu terbukti dari banyaknya masyarakat Cina yang memiliki
banyak ahli ilmu astronomi (perbintangan), keahlian bertani dan berperang, dan
sudah mengenal tulisan (tulisan gambar) sejak dulu. Selain itu juga kemajuan
dalam pembuatan benda-benda seni yang terbuat dari keramik misalnya, dan juga
perkembangan teknologinya yang sangat berkembang dari dulu hingga sekarang.
Banyak aspek
yang melatarbelakangi pemikiran filsafat tiongkok. Seperti aspek-aspek
geografis, ekonomi, sikap terhadap alam, sisitem kekerabatan dan lainnya. Dalam
tradisi Tiongkok, jenis pekerjaan yang mendapat tempat terhormat adalah
menuntut ilmu (belajar) dan mengolah tanah (bertani).
Jenis pekerjaan ini akan
mempengaruhi sikap mereka terhadap alam dan pandangan hidupnya. Para petani
mempunyai sifat khusus “kesederhanaan”, dan mereka selalu menerima dan mematuhi
perintah. Merekapun tidak pernah mementingkan diri sendiri. Sifat-sifat yang
demikian inilah yang menjelma dalam sikap hidupnya.
A.
Periodisasi
Filsafat Cina
Pada
perkembangan melewati rentan waktu panjang yang dilalui Filsafat di Cina,
disini Filsafat Cina dapat dikategorikan ke dalam empat periode besar :
1. Jaman Klasik (600-200 S.M)
Menurut tradisi, periode ini
ditandai oleh seratus sekolah filsafat:seratus aliran yang semuanya mempunyai
ajaran yang berbeda. Namun, kelihatan juga sejumlah konsep yang dipentingkan
secara umum, misalnya tao (jalan), te (keutamaan atau seni hidup), yen (perikemanusiaan), i (keadilan), t’ien (surga) dan yin-yang
(harmoni kedua prinsip induk, prinsip aktif-laki-laki dan prinsip
pasif-perempuan). Sekolah-sekolah terpenting dalam jaman klasik adalah:
a) Konfusianisme
Konfusius (bentuk Latin dari nama Kong-Fu-Tse,
(guru dari suku Kung) hidup antara 551 dan 497 S.M. Ia mengajar bahwa Tao
(“jalan” sebagai prinsip utama dari kenyataan) adalah “jalan manusia”. Artinya:
manusia sendirilah yang dapat menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup
dengan baik. Keutamaan merupakan jalan yang dibutuhkan. Kebaikan hidup dapat
dicapai melalui perikemanusiaan (yen),
yang merupakan model untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun
tindakan mereka berbeda.
Confusianisme dielopori oleh K’ung
Fu Tzu (551-479 SM), lahir di Shantung. Ia mengatakan, bahwa hendaknya raja
tetap raja, hamba tetap hamba, ayah tetap ayah, anak tetap anak. Sistem
kekerabatan harus didasarkan pada syian
, yaitu suatu perasaan keterikatan terhadap orang-orang yang menurunkannya. Aspek
inilah yang menjadikan budaya Tiongkok tetap diwariskan.
Menurut ajaran Kong Fu Tze. Tao adalah sesuatu kekuatan yang
mengatur segala-galanya dalam alam semesta ini, sehingga tercapai keselarasan.
Masyarakat manusia adalah bagian dari alam semesta ini, maka tata cara hidup
manusia diatur oleh Tao. Oleh karena itu, sesorang harus menyesuaikan diri
dengan Tao, agar dalam kehidupan bermasyarakat terdapat keselarasan dan
keseimbangan. Penganut aliran in percaya bahwa segala bencana yang terjadi di
atas permukaan bumi ini karena manusia menyalahi aturan Tao. Selama 24 abad,
ajaran Kong Fu Tze dianggap oleh bangsa Cina sebagai pegangan hidup, baik bagi
rakyat maupun bagi rajanya. Bahkan sampai sekarang ajaran Kong Fu Tze sangat
besar pengaruhnya terhadapa cara berfikir dan sikap hidup sebagian besar orang
Cina.
b) Taoisme
Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (guru
tua) yang hidup sekitar 550 S.M. Lao Tse melawan Konfusius. Menurut Lao Tse,
bukan “jalan manusia” melainkan “jalan alam”-lah yang merupakan Tao. Tao
menurut Lao Tse adalah prinsip kenyataan objektif, substansi abadi yang
bersifat tunggal, mutlak dan tak-ternamai. Ajaran Lao Tse lebih-lebih
metafisika, sedangkan ajaran Konfusius lebih-lebih etika. Puncak metafisika
Taoisme adalah kesadaran bahwa kita tidak tahu apa-apa tentang Tao. Kesadaran
ini juga dipentingkan di India (ajaran neti,
na-itu: tidak begitu) dan dalam
filsafat Barat (di mana kesadaran ini disebut docta ignorantia, “ketidaktahuan yang berilmu”).
Semua orang yang mengikuti Tao harus
melepas semua usaha. Tujuan tertinggi adalah meloloskan diri dari khayalan keinginana
dengan renungan secara gaib.Pemikirannya, orang hendaknya memberikan kasih
sayangnya tidak hanya sebatas pada para anggota saja, tetapi harus pada seluruh
anggota keluarga yang lain. Peperangan dan upacara ritual dengan pengeluaran
biaya yang tinggi yang akan merugikan rakyat merupakan suatu yang bertentangan
dengan dasar kecintaan manusia sehingga harus dicela. Kalau kita sayang kepada
orang lain, orang lain akan sayang kepada kita, dan kita tidak perlu takut akan
kejahatan orang lain.
Ajaran Lao Tze tercantum dalam
bukunya yang berjudul Tao Te Ching. Lao Tze percaya bahwa ada semangat keadilan
dan kesejahteraan yang kekal dan abadi, yaitu bernama Tao. Taoisme mengajarkan
orag supaya menerima nasib. Menurut ajaran ini, suka dan duka, bahagia dan
bencana adalah sama saja. Oleh karena itu, orang yang menganut Taoisme dapat
memikul suatu penderitaan dengan hati yang tidak bergoncang meski bagaimanapun.Semua
perbuatan manusia harus sesuai dengan Tao itu, selalu menurut saja, bahkan
tidak berbuat (wu-wei). Dalam
perkembangan selanjutnya Taoisme berubah sifatnya menjadi magi belaka.
Nama-nama yang terpenting adalah Chuang Tze dan Lio Tze.
c)
Yin-Yang
“Yin” dan “Yang” adalah dua prinsip
induk dari seluruh kenyataan. Yin itu bersifat pasif, prinsip ketenangan,
surga, bulan, air dan perempuan, simbol untuk kematian dan untuk yang dingin.
Yang itu prinsip aktif, prinsip gerak, bumi, matahari, api, dan laki-laki,
simbol untuk hidup dan untuk yang panas. Segala sesuatu dalam kenyataan kita
merupakan sintesis harmonis dari derajat Yin tertentu dan derajat Yang
tertentu.
d)
Moisme
Aliran Moisme didirikan oleh Mo Tse,
antara 500-400 S.M. Mo Tse mengajarkan bahwa yang terpenting adalah “cinta
universal”, kemakmuran untuk semua orang, dan perjuangan bersama-sama untuk
memusnahkan kejahatan. Filsafat Moisme sangat pragmatis, langsung terarah
kepada yang berguna. Segala sesuatu yang tidak berguna dianggap jahat. Bahwa
perang itu jahat serta menghambat kemakmuran umum tidak sukar untuk dimengerti.
Tetapi Mo Tse juga melawan musik sebagai sesuatu yang tidak berguna.
Mo Tze mengajarkan “cinta kepada
sesama manusia yang universal” sebagai dasar filsafatnya (chien ai). “Universal
love” ini tak hanya menguntungkan bagi yang dicintai tetapi yang mencintai, jadi
timbal-balik. Inilah dasar dari “utilitarisme” Mo Tze dan perbedaannya yang
terbesar dengan filsafat Confucius.
e)
Ming Chia/Dialektisi (kira-kira 370 SM)
Ming Chia atau “sekolah nama-nama”,
menyibukkan diri dengan analisis istilah-istilah dan perkataan-perkataan. Ming
Chia, yang juga disebut “sekolah dialektik”, dapat dibandingkan dengan aliran
sofisme dalam filsafat Yunani. Ajaran mereka penting sebagai analisis dan
kritik yang mempertajam perhatian untuk pemakaian bahasa yang tepat, dan yang
memperkembangkan logika dan tatabahasa. Selain itu dalam Ming Chia juga
terdapat khayalan tentang hal-hal seperti eksistensi, relativitas, kausalitas,
ruang dan waktu.
Meng Tze (372-280) adalah seorang
murid Kong Fu Tze yang melanjutkan ajaran gurunya. Dalam mengajarkan ajarannya,
Meng Tze bertentangan dengan Kong Fu Tze. Meng Tze tidak memberikan pelajaran
kepada kaum bangsawan, tetapi memberikan pengetahuan kepada rakyat jelata.
Menurutnya rakyatlah yang terpenting dalam suatu negara begitu pula apabila raja
bertindak sewenang-wenang trhadapa rakyat, maka tugas para mentri untuk
memperingatkannya. Apabila raja mengabakan peringatan-peringatan itu para
mentri wajib menurunkan raja dari tahtanya.Kung-su-Lung,
Hui Ship. Perhatian besar untuk teori-teori pengetahuan, dengan kegemaran untuk
membuat paradoks-paradoks, seperti terdapat pada Zeno.
f)
Fa Chia (mazhab hukum)
Fa Chia atau “sekolah hukum”, cukup
berbeda dari semua aliran klasik lain. Sekolah hukum tidak berpikir tentang
manusia, surga atau dunia, melainkan tentang soal-soal praktis dan politik. Fa
Chia mengajarkan bahwa kekuasaan politik tidak harus mulai dari contoh baik
yang diberikan oleh kaisar atau pembesar-pembesar lain, melainkan dari suatu
sistem undang-undang yang keras sekali. Tokoh yang terkenal adalah Han Fei Tzu
dan Li Sse.
Buku-buku yang terkenal adalah Chang
Tze dan Han Fei Tze (kira-kira 395 SM), hukumlah yang merupakan asas persatuan
suatu negara, seluruh kekuasaan harus dipusatkan di tangan raja, rakyat harus
tetap miskin dan lemah, ketakutan akan pidana membawa orang ke kebajikan,
oarang-orang jahat harus menguasai orang-orang baik, diktator yang amoral.
Dari keenam sekolah klasik tersebut, kadang-kadang dikatakan bahwa mereka
berasal dari keenam golongan dalam masyarakat Cina. Berturut-turut: (1) kaum
ilmuwan, (2) rahib-rahib, (3) okultisme (dari ahli-ahli magi), (4) kasta
ksatria, (5) para pendebat, dan (6) ahli-ahli politik.
2. Jaman
Neo-Taoisme dan Buddhisme (200 S.M.-1000 M.)
Bersama dengan perkembangan
Buddhisme di Cina, konsep Tao mendapat arti baru. Tao sekarang dibandingkan
dengan “Nirwana” dari ajaran Buddha, yaitu “transendensi di seberang segala
nama dan konsep”, “di seberang adanya”.
Budhisme memasuki Tiongkok pada
permulaan abad ke-1. Pengaruhnya besar sampai pada akhir abad ke-10. Beberapa
nama yang terkenal adalah Chi-Tsang (549-632 M), Chih-K’ai (538-597 M), Shen
Hsiu (600-700 M) dan lain-lain.
3. Jaman
Neo-Konfusianisme (1000-1900)
Dari tahun 1000 M. Konfusianisme
klasik kembali menjadi ajaran filsafat terpenting. Buddhisme ternyata memuat
unsur-unsur yang bertentangan dengan corak berpikir Cina. Kepentingan dunia
ini, kepentingan hidup berkeluarga dan kemakmuran material, yang merupakan
nilai-nilai tradisional di Cina, sema sekali dilalaikan, bahkan disangkal dalam
Buddhisme, sehingga ajaran ini oleh orang dianggap sebagai sesuatu yang sama
sekali asing.
4. Jaman Modern
(setelah 1900)
Sejarah modern mulai di Cina sekitar
tahun 1900. Pada permulaaan abad kedua puluh pengaruh filsafat Barat
cukup besar. Banyak tulisan pemikir-pemikir Barat diterjemahkan ke dalam bahasa
Cina. Aliran filsafat yang terpopuler adalah pragmatisme, jenis filsafat yang lahir
di Amerika Serikat. Setelah pengaruh Barat ini mulailah suatu reaksi,
kecenderungan kembali ke tradisi pribumi. Terutama sejak 1950, filsafat Cina
dikuasai pemikiran Marx, Lenin dan Mao Tse Tung.
Inilah sejarah perkembangan filsafat China, yang merupakan filsafat Timur.
Yang termasuk kepada filsafat Barat misalnya filsafat Yunani, filsafat
Helenisme, “filsafat Kristiani”, filsafat Islam, filsafat jaman renaissance,
jaman modern dan masa kini.
B.
Ciri - ciri
Filsafat Cina
Pertama-tama
karena masalah politik dan pemerintahan merupakan masalah sehari-hari yang
tidak dapat dihindarkan, maka filsafat Cina berkecendrungan mengutamakan
pemikiran praktis berkenaan masalah dan kehidupan sehari-hari. Dengan perkataan
lain ia cenderung mengarahkan dirinya pada persoalan-persoalan dunia.
Para ahli
sejarah pemikiran mengemukakan beberapa ciri yang muncul akibat kecenderungan
tersebut, Pertama, dalam pemikiran kebanyakan orang Cina antara teori dan
pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian pemikiran spekulatif kurang
mendapat tempat dalam tradisi filsafat Cina, sebab filsafat justru lahir karena
adanya berbagai persoalan yang muncul dari kehidupan yang aktual.
Kedua,
secara umum filsafat Cina bertolak dari semacam ‘humanisme’. Tekanannya pada
persoalannya kemanusiaan melebihi filsafat Yunani dan India. Manusia dan
perilakunya dalam masyarakat dan peristiwa-peristiwa kemanusiaan menjadi
perhatian utama sebagian besar filosof Cina.
Ketiga,
dalam pemikiran filosof Cina etika dan spiritualitas (masalah keruhanian) menyatu
secara padu. Etika dianggap sebagai intipati kehidupan manusia dan sekaligus
tujuan hidupnya. Di lain hal konsep keruhanian diungkapkan melalui perkembangan
jiwa seseorang yang menjunjung tinggi etika. Artinya spiritualitas seseorang
dinilai melalui moral dan etikanya dalam kehidupan sosial, kenegaraan dan
politik. Sedangkan inti etika dan kehidupan sosial ialah kesalehan dan
kearifan.
Keempat,
meskipun menekankan pada persoalan manusia sebagai makhluk sosial, persoalan
yang bersangkut paut dengan pribadi atau individualitas tidak dikesampingkan.
Namun demikian secara umum filsafat Cina dapat diartikan sebagaoi ‘Seni hidup
bermasyarakat secara bijak dan cerdas’. Kesetaraan, persamaan dan kesederajatan
manusia mendapat perhatian besar. Menurut para filosof Cina keselerasan dalam
kehidupan sosial hanya bisa dicapai dengan menjunjung tinggi persamaan,
kesetaraan dan kesederajatan itu.
Kelima,
filsafat Cina secara umum mengajarkan sikap optimistis dan demokratis. Filosof
Cina pada umumnya yakin bahwa manusia dapat mengatasi persoalan-persoalan
hidupnya dengan menata dirinya melalui berbagai kebijakan praktis serta
menghargai kemanusiaan. Sikap demokratis membuat bangsa Cina toleran terhadap
pemikiran yang anekaragam dan tidak cenderung memandang sesuatu secara hitam
putih.
Keenam,
agama dipandang tidak terlalu penting dibanding kebijakan berfilsafat. Mereka
menganjurkan masyarakat mengurangi pemborosan dalam penyelenggaraan upacara
keagamaan atau penghormatan pada leluhur.
Ketujuh,
penghormatan terhadap kemanusiaan dan individu tampak dalam filsafat hukum dan
politik. Pribadi dianggap lebih tinggi nilainya dibanding aturan-aturan formal
yang abstrak dari hukum, undang-undang dan etika. Dalam memandang sesuatu tidak
berdasarkan mutlak benar dan mutlak salah, jadi berpedoman pada relativisme
nilai-nilai.
Kedelapan,
dilihat dari sudut pandang intelektual, Para filosof Cina berhasil membangun
etos masyarakat Cina seperti mencintai belajar dan mendorong orang gemar
melakukan penelitian mendalam atas segala sesuatu sebelum memecahkan dan
melakukan sesuatu. Demikianlah pengetahuan dan integritas pribadi merupakan
tekanan utama filsafat Cina. Aliran pemikiran, teori dan metodologi apa saja
hanya bisa mencapai sasaran apabila dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan
luas dan integratitas pribadi yang kokoh.
4. Politik di Myanmar
a.
Sistem
Politik dan Pemerintahan
Hluttaw
atau dewan perwakilan rakyat terdiri dari dua anggota terpilih per
kota dan ditambah perwakilan terpilih untuk masing-masing dikirim di
dewan perwakilan nasional. Panglima tentara juga menunjuk perwakilan militer
yang setara dengan satu pertiga dari perwakilan-perwakilan rakyat terpilih.
Hluttaw kelak memilih seorang ketua, juru bicara, dan wakil juru bicara, dari
anggota-anggotanya. Akibat perbedaan besarnya jumlah penduduk di masing-masing
negara-negara bagian, sistem konstituensi tersebut menghasilkan jumlah
konstituen berbeda per representatif. Masing-masing diberi tanggung jawab
tertentu, namun beberapa di antaranya ditangguhkan untuk tanggung jawab dalam
beberapa sektor, seperti pertanian misalnya. Tanggung jawab yang ditugaskan
pada umumnya memiliki lingkup yang luas, namun ada pula yang cukup sempit dan
terbatas, misalnya dalam hal energi, listrik, pertambangan, dan kehutanan
(Nixon, 2013).
Kepala menteri dan menteri-menteri dalam kabinet
diambil dari kalangan anggota Hluttaw. Proses pengangkatan menteri melibatkan
presiden yang memilih negara/wilayah Hluttaw sesuai kualifikasi yang
dibutuhkan. Setelah pemilihan, pengangkatan jabatan kemudian dikonfirmasi oleh
Hluttaw (Nixon, 2013). Karena seorang calon hanya dapat ditolak jika terbukti
gagal dalam memenuhi kualifikasi konstitusi, pemilihan Kepala Menteri efektif
sepenuhnya berada di tangan Presiden, dengan syarat bahwa ia adalah anggota
dari negara atau wilayah Hluttaw.
Penting untuk dicatat bahwa anggota yang dipilih
oleh Presiden biasanya adalah anggota terpilih, tetapi terkadang juga dapat diambil
dari anggota militer. Penunjukan menteri negara atau wilayah sebagian besar di
tangan Kepala Menteri.
Negara dan daerah memiliki Pengadilan Tinggi
terdiri dari Ketua dan hakim yang teridiri dari tiga hingga tujuh orang.
Pengadilan Tinggi mengawasi anak kabupaten, kota dan adminsitrasi-mandiri
diberikan pengadilan daerah. Tidak ada layanan peradilan yang mandiri. Kepala
Pengadilan wilayah/negara bagian dinominasikan oleh Presiden, dengan
berkonsultasi bersama Kepala Pengadilan Negara, dan hakim dipilih oleh Kepala
Menteri, yang juga dengan dikonsultasikan dengan Kepala Pengadilan Nasional.
Nominasi-nominasi tersebut diusulkan kepada hluttaw negara/wilayah bagian untuk
disetujui. Semua badan peradilan menjadi subordinasi dari Pengadilan Tertinggi
(Nixon, 2013).
b.
Situasi
Politik
Pada tahun
2011 untuk pertama
kalinya parlemen dalam
sistem politik
Myanmar mendapatkan presiden yang merupakan seorang sipil sebagai
pemimpinnya. Hal itu merupakan pertama kalinya bagi Myanmar memiliki penguasa
non-militer sejak kekuasaan di bawah kemiliteran semenjak kolonialisme Inggris
berakhir pada tahun 1962. Berikut adalah sistem politik Myanmar terkini.
(Reuters 2011)
mengambil kendali 83 persen di parlemen nasional.
Sedangkan partai pro-demokrasi terbesar, the National Democratic Force, hanya
memiliki suara kurang dari 2 persen, dengan 12 kursi.
- Kekuasaan pembuat undang-undang sangat terbatas dan meloloskan perundang-undangan hanyalah sebuah formalitas. Amandemen konstitusi membutuhkan pembelakangan dari 75 persen parlemen untuk mengubah sistem politik, sedangkan parlemen sendiri terdiri dari anggota-anggota militer. Parlemen Myanmar tidak juga dapat menolak anggaran nasional dan juga tidak punya hak untuk menolak apapun keputusan presiden kecuali bertentangan dengan konstitusi. Persetujuan parlemen sangatah dibutuhkan, namun hanya untuk menandatangani atau mencabut perjanjian-perjanjian internasional dan deklarasi perang atau damai.
- Kepala Negara Republik Persatuan Myanmar sebagai presiden dinobatkan oleh parlemen, bukan dari publik. Kandidat-kandidat presiden haruslah orang sipil yang berumur tidak kurang dari 45 tahun dan warga asli Myanmar yang telah tinggal di Myanmar selama 20 tahun secara berturut-turut. Tiga komite, yang diketahui sebagai dewan komisi pemilihan presidenm dibentuk dari para anggota parlemen. Salah satu dari tiga komite dibuat berdasarkan penunjukkan militer.
- Masing-masing komite akan menominasi satu kandidat untuk kepresidenan. Anggota-anggota komisi pemilihan presiden akan mem-vote satu dari tiga calon presiden. Calon yang di-vote terbanyak akan mendapat jabatan tertinggi, yaitu Presiden Myanmar dan yang mendapat suara kurang dari terbanyak akan menjadi wakil-wakil presiden. Masa jabatan akan diberikan selama periode lima tahun.
- Presiden akan menunjuk menteri-menteri lembaga pemerintahan, kepala kejaksaan, dan kepala pengadilan tertinggi. Presiden dapat mengganti jumah menteri dan kemetrian berdasarkan kebijakannya; menunjuk, memindahkan atau mengganti diplomat serta menyetujui atau memanggil pemindahan diplomat luar negeri. Presiden juga dapat mengadakan sesi parlementer kapanpun ia mau.
- Republik persatuan Myanmar terdiri dari tujuh negara bagian dan tujuh wilayah, yaitu enam bagian wilayah administratif, dan satu wilayah teritori yang berisi ibu kota, Nay Pyi Taw. Wilayah adminsitratif formal terkecil adalah desa. Di kota, kelompok-kelompok wilayah kecil dikelompokkan di suatu perkotaan, di mana tingkatan terendah pemerintahan dilokasikan. Kumpulan-kumpulan perkotaan tersebut diorganisasikan sebagai distrik, yang terbentuk sebagai wilayah atau negara bagian.
- Adminstrasi kota kecil dikepalai oleh pejabat sendior dari General Administration Department (GAD) atau Departemen Adminstrasi Umum Kementrian Dalam Negeri. Dalam level tersebutlah banyak fungsi-fungsi birokrasi utama ditempatkan seperti registrasi kelahiran, registrasi tanah, dan hampir semua bentuk dari pajak. Disktrik membentuk lembaga menengah yang menghubungkan adminstrasi negara dengan pemerintahan kota-kota di dalamnya, yang juga dikepalai oleh pejabat senior dari GAD.
ANALISIS
Integrasi kawasan telah menjadi visi kerjasama negara-negara anggota
ASEAN semenjak disahkannya rancang biru (blue
print) dari ASEAN Community 2015.
Kerangka kerjasama yang juga ditopang oleh pilar ekonomi serta sosial dan
budaya di samping politik dan keamanan, sebagaimana dianalisis dalam makalah
ini, memiliki tujuan akhir untuk menciptakan kawasan ASEAN yang terintegrasi
dan menjadi entitas politik, ekonomi, dan sosial berpengaruh dalam percaturan
dan dinamika global terkini.
Bagi tiap negara anggota ASEAN, integrasi kawasan
dapat menjadi petaka, namun jika diiringi dengan persiapan yang komprehensif
dapat menjadi peluang emas dalam mewujudkan kawasan ASEAN yang disegani oleh
masyarakat global. Dari pemaparan makalah ini, dapat dipahami bahwa
negara-negara anggota seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina,
Thailand, dan Brunei Darussalam relatif lebih siap meskipun tingkat
persiapannya pun tidak sama. Akan tetapi, kondisi perpolitikan di enam negara
ini, yang lebih stabil, menjadi keunggulan dalam menghadapi integrasi.
Kondisi ini berlawanan dengan situasi politik di
empat negara anggota lainnya: Brunei Darussallam, Filipina, Cina dan Myanamar. Empat negara
ini relatif masih rentan dihantui berbagai permasalahan politik yang mengganggu
stabilitas nasional. Dalam skema integrasi, turbulensi sekecil apapun di dalam
lingkup domestik satu negara dapat berpengaruh secara signifikan pada
stabilitas di tingkatan regional; dikenal sebagai konsep complex interdependence.
Berkaca pada situasi saat ini, para pemimpin kawasan ASEAN perlu
mendesain suatu kerangka kerjasama yang lebih dalam lagi daripada sekadar
diskusi dan pembicaraan multilateral, bahkan bila perlu harus
mengimplementasikan praktik harmonisasi kebijakan untuk memastikan bahwa
integrasi kawasan benar menuju pada kawasan ASEAN yang berdaya saing global dan
berdaya tahan tinggi.
Sumber:
http://edyramdan.blogspot.co.id/2016/07/13.html
https://www.academia.edu/7254087/Potret_Politik_Negara-Negara_Anggota_ASEAN_dalam_Kerangka_Integrasi_Kawasan
Komentar
Posting Komentar