Tugas 4 (Terakhir) ISD



Tugas Terakhir
Buat analisa tentang perkembangan masyarakat, terkait dengan kehidupan beragama, dan integrasinya Negaranya Myanmar, Filipina, China dan Brunei Darussallam


PEMBAHASAN
Integrasi merupakan suatu proses penyatuan unit-unit menjadi suatu kesatuan yang lebih besar. Dalam Hubungan Internasional, unit-unit yang dilibatkan dalam suatu proses integrasi merupakan negara, dengan hasil akhir suatu komunitas atau organisasi supranasional sebagai suatu kesatuan yang lebih besar. Secara khusus, Ernest Haas dalam bukunya, The Uniting of Europe: Political, Social and Economic Forces (1958, h. 16) mendefinisikan integrasi sebagai:


“...the process whereby political actors in several distinct national settings are persuaded to shift loyalties, expectations and political activities toward a new centre, whose institutions possess or demand jurisdiction over the pre-existing national states.”


Poin penting dalam definisi integrasi menurut Haas ini adalah adanya pergeseran kesetiaan terhadap suatu pusat yang baru. Pergeseran ini pasti terjadi dalam setiap proses integrasi, di mana sebagian yurisdiksi dan kedaulatan, yang sebelumnya dipegang oleh negara, kini menjadi wewenang “pemimpin baru,” yang merupakan hasil dari integrasi.

Lebih gamblang lagi, Martin Griffiths mendefinisikan integrasi sebagai suatu proses yang melibatkan suatu proses berikut:


“...pergerakan menuju kerjasama antarnegara, transfer otoritas kepada institusi supranasional, peningkatan dan penyamaan nilai-nilai, dan perubahan menuju masyarakat global atau pembentukan komunitas masyarakat politik yang baru.” (Suparman 2010, h. 103).


Griffiths mengistilahkan pergeseran kekuasaan Haas sebagai suatu proses transfer otoritas kepada suatu entitas yang lebih besar yaitu institusi supranasional. Griffiths juga menyatakan dalam suatu integrasi diperlukan adanya penyatuan perbedaan yang dapat dicapai melalui penyamaan atau pembentukan nilai-nilai bersama. Hal ini sangatlah penting untuk membangun suatu entitas yang solid dan tidak mudah terpecah belah. Pada akhirnya, integrasi akan menghasilkan suatu perubahan menuju masyarakat global sebagai suatu komunitas politik yang baru dan lebih luas.
 
1. Faktor Pendukung Integrasi

Integrasi merupakan suatu proses yang terus berjalan dan perkembangannya dipengaruhi oleh berbagai hal. Dalam dinamikanya, terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses integrasi. Faktor-faktor tersebut adalah faktor struktural, proses, dan kebetulan (Suparman 2010, h. 106).

Faktor struktural disebut juga sebagai faktor long term yang berarti bahwa faktor tersebut merupakan suatu potensi atau prakondisi baku yang telah dimiliki oleh suatu kawasan sejak lama. Faktor struktural yang berkaitan dengan integrasi terdiri dari attitude (sikap) dan resources (sumber daya).

·       Sikap merupakan faktor normatif yang berkaitan dengan nilai dan norma yang dianut serta budaya sosial masyarakat suatu kawasan. Terdapat 2 subjek pelaksana attitude tersebut yang cukup signifikan dalam mendukung terjadinya integrasi, yaitu elit politik dan masyarakat. Attitude elit politik yang dimaksud di sini adalah secara spesifik nilai-nilai yang dianut oleh pemimpin dan petinggi negara yang notabene merupakan pengendali terjadinya integrasi secara langsung. Jika nilai yang dianit pra elit politik tersebut sudah koheren dan harmonis, tentunya integrasi akan lebih mudah untuk dilakukan. Sedangkan yang dimaksud dengan attitude masyarakat adalah budaya sosial dan pandangan masyarakat mengenai identitasnya. Meskipun sudah dilakukan harmonisasi nilai-nilai di kalangan elit politik, pada akhirnya integrasi akan melibatkan masyarakat secara langung, sehingga dibutuhkan penyamaan pandangan akan identitas bersama.

·       Sumber daya merupakan suatu faktor fisik yang mampu mempengaruhi terjadiny integrasi. Perbedaan potensi sumber daya yang dimiliki unit-unit yang berintegrasi dapat menjadi faktor kritis dalam berjalannya integrasi. Perbedaan tersebut di satu sisi dapat memunculkan konflik, tetapi di sisi lain jika dapat dikelola dengan kerjasama yang baik akan mampu membangun komunitas yang kuat. Sumber daya juga dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu negara yang perbedaan/kesenjangannya dapat menghambat proses integrasi.


Faktor proses disebut juga middle term yang terdiri dari berbagai proses yang mampu mendorong terjadinya integrasi. Proses pertama yang mempengaruhi proses integrasi adalah dorongan secara ekonomi dan politik. Dorongan tersebut muncul dari berbagai kebutuhan negara dalam bidang politik dan ekonomi yang beraneka ragam dan hanya dapat dipenuhi melalui kerja sama dengan negara lain. Proses selanjutnya adalah hubungan fungsional, yaitu suatu hubungan saling ketergantungan yang dimiliki oleh negara-negara yang bekerja sama dalam mencapai kepentingan nasionalnya.

Ketergantungan tersebut akan mendorong terjadinya integrasi antarnegara. Proses transaksi ekonomi dan sosial merupakan proses lainnya yang mendorong terjadinya integrasi. Peningkatan proses transaksi ekonomi dan sosial akan memperkuat kohesi antarnegara sehingga mendorong terjadinya integrasi. Proses pembelajaran dan komunikasi merupakan suatu proses terakhir yang bersifat paling normatif. Peningkatan intensitas komunikasi dan pembelajaran akan memunculksn kesadaran akan pentingnya integrasi sebagai sarana kerja sama antarnegara.

Faktor kebetulan merupakan faktor pendorong integrasi yang sifatnya sangat dramatis dan berlangsung dalam waktu singkat. Keberadaan katalisator eksternal merupakan bagian dari faktor kebetulan. Salah satu contoh katalisator eksternal tersebut adalah keberadaan ancaman sistemik yang mendorong terjadinya integrasi dalam bentuk aliansi sebagai solusi dalam mengatasi insekuritas tersebut. Bagian lain yang termasuk dalam faktor kebetulan adalah penggunaan berbagai seruan ideologis untuk mendukung maupun menghambat suatu proses integrasi. Bagian terakhir dalam faktor ini adalah bargaining solution yang mempengaruhi karakteristik integrasi pada akhirnya.


2. Teori Integrasi

Dalam rangka memahami integrasi, terdapat beberapa teori yang memandang dan menjelaskan integrasi dari berbagai perspektif. Teori-teori tersebut adalah federalisme, pluralisme, fungsionalisme, neofungsionalisme, komunikasi, dan regionalisme.


·      Federalisme; memandang perlunya integrasi yang terjadi secara mendasar dan konstitusional, sehingga menghasilkan suatu institusi supranasional yang legal. Hal ini dianggap merupakan suatu hal yang esensial karena menurut kaum federalis, konflik terjadi karena sistem internasional yang anarki, sehingga untuk menghindari konflik, ke-anarki-an tersebut harus dikendalikan melalui suatu institusi internasional yang secara legal memiliki kekuasaan di atas negara (Carls & Naughton, 2002).

·      Fungsionalisme; memandang integrasi sebagai sarana kerjasama antarnegara dalam menjalankan fungsi dan keahliannya masing-masing, untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya yang lebih baik. Menurut Mittrany (1933, h. 101), integrasi dikatakan sebagai suatu collective governance and material interdependence’. Hal ini berarti bahwa integrasi yang menjadi perhatian kaum fungsionalis adalah integrasi sebagai pemerintahan bersama yang didasari oleh ketergantungan ekonomi, dan memiliki tujuan untuk mencapai kesejahteraan ekonomi yang lebih baik.

Adanya istilah ‘collective governance’ dalam hal ini menunjukkan bahwa konteks kedaulatan dalam hal ini bukanlah supranasional melainkan kepemilikan bersama yang digerakkan melalui kerja sama.

·      Neofungsionalisme; merupakan kombinasi antara federalisme dan fungsionalisme. Neofungsionalis membenarkan pandangan kaum fungsionalis yang menyatakan bahwa integrasi dilakukan melalui kerjasama atas dasar ketergantungan ekonomi. Akan tetapi, sejalan dengan federalisme, neofungsionalisme juga memandang bahwa hasil akhir dari suatu integrasi adalah institusi politik formal supranasional. Kaum neofungsionalis memiliki tujuan yang sama dengan federalis, tetapi lebih memilih metode integrasi kaum fungsionalis yang perlahan (Ozen, 1998).

·      Pluralisme; memandang integrasi sebagai suatu pencapaian dalam memiliki rasa kepemilikan dalam suatu komunitas, yang tadinya merupakan bagian-bagian yang berbeda dan terpisah, tetapi telah berubah menjadi suatu sistem yang koheren dan harmonis (Deutsch, 1957). Meskipun diindikasikan dengan meningkatnya interaksi (komunikasi dan transaksi) antarmasyarakat dan timbulnya rasa kepemilikan, tetapi dalam tetap tidak dirasa perlu untuk

membuat suatu institusi supranasional yang memiliki otoritas legal terhadap

komunitas tersebut.

·       Regionalisme; mengarah pada masyarakat global yang lebih mudah dicapai melalui integrasi kawasan atau regionalisme. Melalui kawasan yang memiliki kesamaan kondisi dan posisi geografis, budaya, sosial, dan ideologi, integrasi diharapkan dapat memiliki kohesi yang lebih kuat dan berfungsi lebih efektif.


3.    Alternatif Perubahan dalam Integrasi

Integrasi merupakan suatu proses yang dinamis, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai perubahan dalam praktiknya. Perubahan tersebut terjadi pada derajat otoritas institusi sebagai hasil dari integrasi dan cakupan isunya. Philippe Schmitter dalam A Revised Theory in Regional Integration (1970, h. 840) menuliskan bahwa terdapat tujuh alternatif perubahan yang mungkin terjadi dalam suatu entitas hasil dari integrasi.

·       Alternatif pertama adalah spillover, di mana terjadi peningkatan otoritras kekuasaan dan perluasan cakupan isu yang ditangani oleh institusi hasil integrasi. Fenomena ini menunjukkan keberhasilan integrasi sehingga dirasa perlu dilakukan perluasan untuk mencapai hasil yang lebih baik lagi.

·       Alternatif kedua adalah spill-around, di mana otoritas institusi tidak meningkat, tetapi terjadi perluasan isu yang ditangani.

·       Alternatif ketiga adalah build-up, yang merupakan kebalikan dari spill-around, yaitu terjadi peningkatan otoritas kekuasaan institusi tetapi tidak diikuti dengan terjadinya perluasan isu yang ditangani.

·       Alternatif keempat adalah muddling-about, di mana terjadi perluasan isu yang ditangani oleh suatu institusi hasil integrasi, tetapi hal ini diikuti oleh penurunan kepercayaan anggota terhadap institusi tersebut, sehingga terjadi penurunan derajat kekuasaan institusi.

·       Alternatif kelima adalah retrenchment, yang merupakan kebalikan dari muddling about. Dalam retrenchment, kepercayaan anggota terhadap institusi semakin menguat, sehingga hal ini diikuti oleh peningkatan derajat

kekuasaan institusi. Tetapi di sini justru terjadi penyempitan cakupan isu

yang ditangani oleh institusi menjadi lebih spesifik.

·       Alternatif keenam adalah spillback, di mana terjadi penurunan derajat kekuasaan institusi yang diikuti dengan dipersempitnya cakupan isu yang ditangani. Spillback merupakan kebalikan dari spillover, yang berarti merupakan suatu kemunduran dalam suatu proses integrasi.

·       Alternatif ketujuh adalah encapsulation, di mana dalam merespon suatu krisis yang terjadi, tidak dilakukan modifikasi besar, melainkan hanya perubahan kecil saja sehingga dapat dikatakan tidak ada perubahan yang signifikan dalam derajat kekuasaan dan cakupan isu yang ditangani oleh institusi.


4.    Fungsi Integrasi

Integrasi sendiri memiliki fungsi, yang pertama adalah untuk balancing dan bandwagoning. Balancing merupakan usaha negara-negara untuk membentuk aliansi dalam rangka mengimbangi dominansi hegemon atau aliansi lain. Sedangkan bandwagoning merupakan usaha negara kecil untuk menjaga stabilitas negaranya dengan beraliansi dengan negara besar. Perbedaan bandwagoning dan balancing terletak pada karakteristik respon negara dalam merespon ancaman dari hegemon. Balancing lebih memilih untuk menciptakan suatu counter-hegemon, sedangkan bandwagoning lebih memilih untuk bergabung dengan hegemon tersebut (Walt 1987, h. 110-111).

Fungsi kedua dari integrasi adalah institution building atau pembentukan institusi regional yang berfungsi sebagai pengorganisir dan fasilitator interaksi negara-negara kawasan. Institusi yang muncul dalam integrasi memiliki dasar prinsip soft law dan soft institutionalization, yang berarti bahwa hukum yang berlaku tidak mengikat secara legal melainkan hanya berfungsi sebagai norma, sehingga otoritas institusi yang dibangun tidak bersifat supranasional (berada di atas kedaulatan negara) (Ruland 2002, h. 7).

Fungsi ketiga dari integrasi adalah untuk rationalizing dan agenda setting. Rationalizing muncul karena kondisi sistem internasional saat ini yang sangat kompleks, jumlah aktor yang meningkat dan penuh dengan ketergantungan,

sehingga perlu dilakukan penyesuaian terhadap fenomena tersebut. Salah satu cara penyesuaian adalah dengan rationalizing, yaitu penyamaan logika dalam memandang suatu permasalahan dalam kawasan yang terintegrasi sehingga tercipta kebijakan yang serupa. Sedangkan agenda setting merupakan penggunaan integrasi sebagai pembentuk koalisi dan respon bersama dalam menghadapi suatu fenomena global, sehingga diskusi permasalahan yang berlangsung dapat lebih terarah.

Fungsi keempat adalah identity building atau pembentukan identitas. Dalam kawasan yang terintegrasi identitas nasional akan digantikan dengan identitas bersama yang bersifat umum dan mencakup seluruh anggotanya. Identitas tersebut berasal dari persamaan nilai-nilai yang dianut dalam kawasan. Fungsi kelima dari integrasi adalah sebagai sarana stabilisasi dan perkembangan bersama. Dalam suatu entitas yang lebih besar, yaitu kawasan yang terintegrasi, diharapkan stabilitas dapat lebih terjaga. Kerja sama yang dilakukan oleh anggota juga diharapkan mampu mendukung perkembangan masing-masing negara kawasan. Menurut Santos- Neves terdapat satu fungsi tambahan dari integrasi yaitu untuk community building (Wiessala 2011, h. 65).


1. Politik di Brunei Darussalam


a. Sistem Politik dan Pemerintahan

Brunei   Darussalam        terletak   di    bagian    utara    Pulau    Kalimantan    dan

berbatasan langsung dengan Malaysia, dengan ibukotanya Bandar Seri Begawan, yang merupakan kota terbesar di negara ini. Brunei terkenal sebagai negara yang bernuansa islami, hal ini terlihat dari dijadikannya Istana Nurul Iman sebagai ikon negara Brunei. Perkembangan Islam yang pesat di Brunei diawali pada masa kepemimpinan Sultan Syarif Ali, Sultan ke-3 Brunei yang kemudian menurunkan sultan-sultan lain di wilayah Sambas dan Sulu. Jalur perdagangan juga merupakan sarana penyebaran Islam yang efektif di Brunei setelah jatuhnya Kerajaan Malaka oleh Portugis. Hingga saat ini, mayoritas penduduk Brunei menganut agamaIslam dan beretnis melayu.

Sistem pemerintahan Brunei menggunakan sistem kesultanan konstitusional atau Monarki Islam Melayu. Terdapat tiga komponen utama dalam pemerintahan Brunei, yaitu budaya Melayu, agama Islam dan kerangka politik Monarki. Ketiga komponen tersebut tergabung dalam konsep “Melayu Islam Beraja” (MIB)

(Brunei Press, 2014). Sultan Brunei yang berkuasa saat ini adalah Sultan Hassanal Bolkiah yang memerintah sejak 5 Oktober 1967 dan merepresentasikan kepala negara (Yang Di-Pertuan Agong), kepala pemerintahan, pemimpin keagamaan, sekaligus Menteri Pertahanan dan Menteri Keuangan. Pengaruh kesultanan di Brunei bermula antara abad ke-15 dan abad ke-17 ketika dikuasainya wilayah barat laut Kalimantan dan bagian selatan Filipina (CIA, 2014b). Pada masa tersebut, negara-negara Eropa juga melakukan ekspansi wilayah hingga ke Asia Tenggara. Salah satu negara Eropa, Inggris, kemudian memasuki Brunei dan resmi menjadikannya sebagai wilayah protektorat Inggris pada tahun 1888. Brunei meraih kemerdekaannya pada tahun 1984 dan mengalami pembaharuan politik pada tahun 2004.
 
karena berbagai jaminan yang disediakan pemerintah telah memberikan keuntungan dan kemudahan dalam kehidupan penduduk Brunei. Walaupun kondisi politik Brunei hingga saat ini terbilang stabil, Brunei sempat mengalami pergeseran sistem pemerintahan dari monarki absolut menjadi demokrasi parlementer. Perubahan ini ditandai dengan pemberlakuan kembali Dewan Legislatif dan Pardons Board yang bertugas memberi nasihat kepada Sultan mengenai masalah adat istiadat dan pemberian pengampunan (Sidik, 2011).

Perkembangan ekonomi Brunei sangatlah pesat, hal ini ditandai dengan dinobatkannya Brunei sebagai salah satu negara yang memiliki standar hidup tertinggi di dunia dan GDP tertinggi se-Asia. Tingkat GDP Brunei sempat mengalami penurunan sebesar 0.6 persen pada tahun 2007 dan 4.4 persen pada tahun 2006 akibat krisis ekonomi global, yang juga berdampak pada menurunnya harga minyak. Namun demikian, pada tahun 2009 pemerintah Brunei berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang positif melalui berbagai kebijakan fiskal dan keuangan yang bijaksana, salah satunya melalui jaminan dolar Brunei dan mendepositkan mata uang asing (Asia Trade Hub, 2014). Kekayaan Brunei dalam hal minyak dan gas merupakan bargaining position tersendiri bagi Brunei untuk menjadi negara anggota organisasi-organisasi regional maupun internasional.


2. Politik di Filipina

Republik Filipina atau Filipina merupakan sebuah negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Tenggara. Filipina terbentang dari 7.107 pulau yang secara geografis Filipina berbatasan dengan Indonesia dan Malaysia di sebelah selatan, Laut Cina Selatan di sebelah barat, Taiwan di Utara dan Laut Filipina serta Samudera Pasifik di sebelah Timur (CIA, 2014e). Filipina sendiri terbagi ke dalam tiga kepulauan utama yang terdiri dari Luzon, Minadao dan Visayas.

Beribukotakan Manila di Pulau Luzon, Filipina mengenal Bahasa Tagalog dan Bahasa Inggris sebagai bahasa resmi. Mayoritas penduduk Filipina memeluk agam Katolik yakni sebanyak 83% dan sisanya pemeluk agama lainnya seperti Protestan, Islam, agama lokal Filipina. Sedangkan dari segi etnisitas, mayoritas etnis di Filipina adalah etnis Tagalog dengan presentase 28%. Selain itu terdaoat etnis Cebuano sebanyak 13%, Ilocano 9%, dan etnis-etnis lokal Filipina lainnya (CIA, 2014e).

Secara historis, Filipina mencapai kemerdekaannya pada 4 Juli 1946 setelah melewati tahapan yang cukup panjang (CIA, 2014e). Filipina dahulu merupakan negara koloni Spanyol dan nama “Filipina” itu sendiri diberikan oleh Raja

Spanyol saat itu, Raja Filipe II. Sejak tahun 1898, Filipina kemudian dikuasai oleh Amerika Serikat setelah terjadi perang antara Spanyol dan Amerika Serikat. Pasca perang tersebut, Filipina mendapatkan pengaruh yang besar dari Amerika Serikat hingga pada tahun 1935, Filipina dinyatakan sebagai salah satu persemakmuran
Amerika Serikat. Meskipun Amerika terlihat dominan, namun pada Perang Dunia II terjadi, Jepang sempat menguasai Filipina sebelum akhirnya Filipina memerdekakan diri.


a.    Sistem Politik dan Pemerintahan

Sistem pemerintahan Filipina adalah presidensial. Presiden Filipina akan

bertindak sebagai kepala negara, kepala pemerintahan serta penglima tertinggi angkatan bersenjata. Presiden dan Wakil Presiden dipilih melalui proses pemilihan umum dan akan menjabat selama enam tahun. Namun, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Filipina dilakukan secara terpisah dan memungkinkan Presiden dan Wakil Presiden berasal dari partai politik yang berbeda. Presiden Filipina pada saat bersamaan juga perperan sebagai dewan eksekutif. Sedangkan pada dewan legislatif, Filipina menganut sistem bikameral atau sistem dua kamar yang terdiri dari Kongres sebagai majelis tinggi dan Dewan Perwakilan sebagai majelis rendah (CIA, 2014e).

Kongres terdiri atas 24 senator dengan masa jabatan enam tahun yang dipilih secara langsung dan hanya bisa terpilih untuk dua periode berturut-turut. Kongres ini memiliki hak veto seperti untuk menolak undang-undang yang diusulkan Presiden apabila mencapai dua pertiga suara senat. Sementara itu, Dewan Perwakilan di Filipina terdiri dari 260 anggota yang terdiri dari 208 dipilih secara langsung dan 52 anggota dipilih secara tidak langsung berdasarkan kelompok minoritas masyarakat adat. Masa jabatan anggota Dewan Perwakilan adalah tiga tahun dengan dibatasi maksimal menjabat pada tiga kali periode secara berturut-turut. Sedangkan, Dewan Yudikatif Filipina terletak pada Mahkamah Agung yang terdiri dari hakim agung dan hakim anggota sebanyak empat belas orang. Bentuk pemerintahan Filipina adalah Republik. Hal tersebut tercermin dari nama resmi Filipina yakni Republik Filipina atau dalam Bahasa Tagalog

Republika ng Pilipinas”. Republik Filipina kemudian terbagi menjadi 17 region dengan 80 provinsi (CIA, 2014e). Pembagian 17 region terdiri dari beberapa provinsi ini dilakukan guna mempermudah koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah mengingat kondisi geografis Filipina yang terdiri dari pulau-pulau. 


b.    Situasi Politik

Presiden Filipina saat ini adalah Benigno Aquino III dengan Wakil Presiden

Jejomar Binay. Keduanya dilantik pada 30 Juni 2010 melalui pemilihan umum terpisah. Presiden Aquino terpilih setelah memenangkan suara pemilihan umum sebesar 42%, unggul dari pesaing terdekatnya Joseph Estrada dengan suara 26%, sedangkan Wakil Presiden Binay memenangkan pemilihan umum dengan mengantongi jumlah suara sebesar 41%, unggul tipis dari pesaing terdekatnya Manuel Roxas dengan jumlah suara 39% (CIA, 2014e).

Situasi perpolitikan dalam negeri di Filipina sendiri mengalami pasang surut terutama atas terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh Moro National Liberation Front (MNLF) serta bencana-bencana alam yang kerap melanda Filipina seperti gempa bumi di Kepulauan Bohol pada Oktober 2013 dan Topan Haiyan pada November 2013. Meskipun demikian, data statistik hasil jejak pendapat yang dilakukan oleh Social Weather Stations perihal kepuasan masyarakat atas pemerintahan Aquino menunjukan hasil yang positif (Rood, 2014).

Masyarakat menilai bahwa Aquino dinilai melakukan berbagai perubahan dari berbagai aspek, terutama perpolitikan, di banding pada era pemerintahan sebelumnya. Keseriusan sikap pemerintah Filipina di era kepemimpinan Presiden Aquino dalam kasus MNLF ini ditujukan dengan upaya negosiasi dengan pemerintah Malaysia. Sedangkan pada isu di kawasan, seperti Laut Cina Selatan, Filipina terus memperjuangkan wilayah di perairan tersbeut yang mereka anggap sebagai bagian dari kedaultannya dengan melakukan penetrasi baik secara militer maupun diplomatik. Sementara itu, mulai membaiknya perekonomian Filipina turut mendorong stabilisasi perpolitikan dalam negeri negeri tersebut dan aura positif pemerintahan Presiden Aquino. Oleh karna itu, Filipina kini tengah mengalami masa pengembalian citra dan kemampuannya sebagai bangsa yang besar di bawah kepemimpinan Presidennya kini.


c. Politik dalam ASEAN

Filipina kini tengah bangkit, baik dari segi perpolitikan maupun perekonomiannya. Menyikapi pengintegrasian kawasan, seperti ASEAN



Community 2015, merupakan menjadi isu yang tricky bagi Filipina itu sendiri. Filipina memang dalam masa pembangunan kembali di berbagai aspek, namun dalam menyikapi ASEAN Community, Filipina dinilai masih harus memperbaiki beberapa aspek, salah satunya sektor ekonomi. Tak dapat dipungkiri bahwa pengintegrasian kawasan nanti akan menyorot aspek perekonomian. Di tengah pemulihan ekonomi, Filipina dianggap masih berada di bawah beberapa negara ASEAN lainnya, seperti Singapura, Indonesia, Thailand dan Malaysia terutama pada aspek keterbukaan pasar modal (Setiawan, 2012).

Pada tingkatan ekonomi makro, Filipina memang kaya akan sumber daya manusia, yang mana menjadi modal utama penggerak perekonomian, namun Filipina juga dapat menjadi lading konsumen bagi negara-negara lainnya. Pada sektor politik dan keamanan, stabilitas perpolitikan Filipina kini tengah berada dalam situasi yang cukup baik di bawah kepemimpinan Presiden Aquino. Meskipun demikian, Filipina kini tengah berkutat pada permasalahan sengketa Laut Cina Selatan yang mana sangat menyedot perhatian negara-negara ASEAN di tengah usaha pengintegrasian kawasan. Pada kasus ini, Filipina dinilai akan tetap mendahuluan core national interest atas kedaulatannya mengingat Filipina merupakan salah satu negara bersengketa yang cukup vokal.

Di sisi lain, diharapkan upaya pengintegrasian kawasan ini dapat menghadirkan sebuah jalan tengah yang mampu meredam ketegangan pada kasus ini. Filipina secara politik dan keamanan dinilai cukup memiliki  power yang signifikan di kawasan ASEAN, terlepas dari masalah-masalah dalam negeri yang kerap kali terjadi di Filipina. Sedangkan dari segi sosial budaya, Filipina merupakan salah satu negara yang mengakui Bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya. Hal ini kemudian menjadi keuntungan serta mendorong kemajuan dari segi aspek sosial budaya masyarakat Filipina dibanding masyarakat di negara ASEAN lainnya.

Filipina juga merupakan negara dengan latar sejarah yang cukup bercorak terutama sebagai negara bekas koloni Spanyol yang menanamkan pengaruh yang cukup signifikan di Filipina. Keunikan Filipina dari segi sosial budaya mampu menjadi modal penting dalam pengintegrasian kawasan ini.   

3. Politik di Filipina
 Perkembangan Filsafat Cina

Cina sebagai salah satu negara yang memiliki kebudayaan yang tertua didunia memiliki tradisi dan sejarah yang panjang dalam bidang filsafat. Tradisi filsafat Cina diketahui sudah ada kira-kira semenjak tahun 600 Sebelum Masehi, bahkan lebih tua dari keberadaan filsafat barat. Hanya saja karena dipengaruhi oleh hal-hal kepercayaan akan dewa-dewa serta memandang perubahan yang terjadi di dunia merupakan sifat alami dunia itu sendiri yang bersifat absolut seperti benda-benda yang ada di dunia itu sendiri, maka penyebaran ajaran filsafat cina ini tidak seperti filsafat barat. Filasafat tiongkok ini lebih bersifat “khusus” untuk masyarakat tionghoa. Walaupun sebenarnya, banyak sekali keanekaragaman khasanah ilmu dan pemikiran yang bermanfaat.
Filsafat Cina indentik dengan adanya keseimbangan antara urusan duniawi dan surgawi, yang mana dapat dipahami sebagai bentuk dogmatis terhadap manusia dalam menghadapi kehidupan di dunia dan kehidupan setelah mati. Diketahui filsafat Cina sebagai sebuah dialektika kehidupan yang kritis mulai berkembang pada masa Dinasti Zhou (1222-256 SM), dimana banyaknya peneliti menemukannya naskah-naskah Tionghoa  yang sangat klasik yang ada sampai saat ini.
Filsafat tiongkok juga dikenal dengan istilah Filsafat Cina atau ada juga yang menyebutnya dengan Filsafat Tionghoa. Kata Cina lebih diketahui orang banyak, karena kata Tiongkok hanya ada di penggunaan bahasa Indonesia, yang terdeskripsi kepada cina. Sedangkan Tionghoa lebih kepada orang (Cina).
Peradaban tiongkok telah kita ketahui sangat maju. Itu terbukti dari banyaknya masyarakat Cina yang memiliki banyak ahli ilmu astronomi (perbintangan), keahlian bertani dan berperang, dan sudah mengenal tulisan (tulisan gambar) sejak dulu. Selain itu juga kemajuan dalam pembuatan benda-benda seni yang terbuat dari keramik misalnya, dan juga perkembangan teknologinya yang sangat berkembang dari dulu hingga sekarang.
Banyak aspek yang melatarbelakangi pemikiran filsafat tiongkok. Seperti aspek-aspek geografis, ekonomi, sikap terhadap alam, sisitem kekerabatan dan lainnya. Dalam tradisi Tiongkok, jenis pekerjaan yang mendapat tempat terhormat adalah menuntut ilmu (belajar) dan mengolah tanah (bertani).
Jenis pekerjaan ini akan mempengaruhi sikap mereka terhadap alam dan pandangan hidupnya. Para petani mempunyai sifat khusus “kesederhanaan”, dan mereka selalu menerima dan mematuhi perintah. Merekapun tidak pernah mementingkan diri sendiri. Sifat-sifat yang demikian inilah yang menjelma dalam sikap hidupnya.
           A.    Periodisasi Filsafat Cina
Pada perkembangan melewati rentan waktu panjang yang dilalui Filsafat di Cina, disini Filsafat Cina dapat dikategorikan ke dalam empat periode besar :
1.      Jaman Klasik (600-200 S.M)
Menurut tradisi, periode ini ditandai oleh seratus sekolah filsafat:seratus aliran yang semuanya mempunyai ajaran yang berbeda. Namun, kelihatan juga sejumlah konsep yang dipentingkan secara umum, misalnya tao (jalan), te (keutamaan atau seni hidup), yen (perikemanusiaan), i (keadilan), t’ien (surga) dan yin-yang (harmoni kedua prinsip induk, prinsip aktif-laki-laki dan prinsip pasif-perempuan). Sekolah-sekolah terpenting dalam jaman klasik adalah:
a)      Konfusianisme
Konfusius (bentuk Latin dari nama Kong-Fu-Tse, (guru dari suku Kung) hidup antara 551 dan 497 S.M. Ia mengajar bahwa Tao (“jalan” sebagai prinsip utama dari kenyataan) adalah “jalan manusia”. Artinya: manusia sendirilah yang dapat menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik. Keutamaan merupakan jalan yang dibutuhkan. Kebaikan hidup dapat dicapai melalui perikemanusiaan (yen), yang merupakan model untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun tindakan mereka berbeda.
Confusianisme dielopori oleh K’ung Fu Tzu (551-479 SM), lahir di Shantung. Ia mengatakan, bahwa hendaknya raja tetap raja, hamba tetap hamba, ayah tetap ayah, anak tetap anak. Sistem kekerabatan harus didasarkan pada syian , yaitu suatu perasaan keterikatan terhadap orang-orang yang menurunkannya. Aspek inilah yang menjadikan budaya Tiongkok tetap diwariskan.
Menurut ajaran  Kong Fu Tze. Tao adalah sesuatu kekuatan yang mengatur segala-galanya dalam alam semesta ini, sehingga tercapai keselarasan. Masyarakat manusia adalah bagian dari alam semesta ini, maka tata cara hidup manusia diatur oleh Tao. Oleh karena itu, sesorang harus menyesuaikan diri dengan Tao, agar dalam kehidupan bermasyarakat terdapat keselarasan dan keseimbangan. Penganut aliran in percaya bahwa segala bencana yang terjadi di atas permukaan bumi ini karena manusia menyalahi aturan Tao. Selama 24 abad, ajaran Kong Fu Tze dianggap oleh bangsa Cina sebagai pegangan hidup, baik bagi rakyat maupun bagi rajanya. Bahkan sampai sekarang ajaran Kong Fu Tze sangat besar pengaruhnya terhadapa cara berfikir dan sikap hidup sebagian besar orang Cina.
b)     Taoisme
Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (guru tua) yang hidup sekitar 550 S.M. Lao Tse melawan Konfusius. Menurut Lao Tse, bukan “jalan manusia” melainkan “jalan alam”-lah yang merupakan Tao. Tao menurut Lao Tse adalah prinsip kenyataan objektif, substansi abadi yang bersifat tunggal, mutlak dan tak-ternamai. Ajaran Lao Tse lebih-lebih metafisika, sedangkan ajaran Konfusius lebih-lebih etika. Puncak metafisika Taoisme adalah kesadaran bahwa kita tidak tahu apa-apa tentang Tao. Kesadaran ini juga dipentingkan di India (ajaran neti, na-itu: tidak begitu) dan dalam filsafat Barat (di mana kesadaran ini disebut docta ignorantia, “ketidaktahuan yang berilmu”).
Semua orang yang mengikuti Tao harus melepas semua usaha. Tujuan tertinggi adalah meloloskan diri dari khayalan keinginana dengan renungan secara gaib.Pemikirannya, orang hendaknya memberikan kasih sayangnya tidak hanya sebatas pada para anggota saja, tetapi harus pada seluruh anggota keluarga yang lain. Peperangan dan upacara ritual dengan pengeluaran biaya yang tinggi yang akan merugikan rakyat merupakan suatu yang bertentangan dengan dasar kecintaan manusia sehingga harus dicela. Kalau kita sayang kepada orang lain, orang lain akan sayang kepada kita, dan kita tidak perlu takut akan kejahatan orang lain.
Ajaran Lao Tze tercantum dalam bukunya yang berjudul Tao Te Ching. Lao Tze percaya bahwa ada semangat keadilan dan kesejahteraan yang kekal dan abadi, yaitu bernama Tao. Taoisme mengajarkan orag supaya menerima nasib. Menurut ajaran ini, suka dan duka, bahagia dan bencana adalah sama saja. Oleh karena itu, orang yang menganut Taoisme dapat memikul suatu penderitaan dengan hati yang tidak bergoncang meski bagaimanapun.Semua perbuatan manusia harus sesuai dengan Tao itu, selalu menurut saja, bahkan tidak berbuat (wu-wei). Dalam perkembangan selanjutnya Taoisme berubah sifatnya menjadi magi belaka. Nama-nama yang terpenting adalah Chuang Tze dan Lio Tze.
c)      Yin-Yang
“Yin” dan “Yang” adalah dua prinsip induk dari seluruh kenyataan. Yin itu bersifat pasif, prinsip ketenangan, surga, bulan, air dan perempuan, simbol untuk kematian dan untuk yang dingin. Yang itu prinsip aktif, prinsip gerak, bumi, matahari, api, dan laki-laki, simbol untuk hidup dan untuk yang panas. Segala sesuatu dalam kenyataan kita merupakan sintesis harmonis dari derajat Yin tertentu dan derajat Yang tertentu.
d)     Moisme
Aliran Moisme didirikan oleh Mo Tse, antara 500-400 S.M. Mo Tse mengajarkan bahwa yang terpenting adalah “cinta universal”, kemakmuran untuk semua orang, dan perjuangan bersama-sama untuk memusnahkan kejahatan. Filsafat Moisme sangat pragmatis, langsung terarah kepada yang berguna. Segala sesuatu yang tidak berguna dianggap jahat. Bahwa perang itu jahat serta menghambat kemakmuran umum tidak sukar untuk dimengerti. Tetapi Mo Tse juga melawan musik sebagai sesuatu yang tidak berguna.
Mo Tze mengajarkan “cinta kepada sesama manusia yang universal” sebagai dasar filsafatnya (chien ai). “Universal love” ini tak hanya menguntungkan bagi yang dicintai tetapi yang mencintai, jadi timbal-balik. Inilah dasar dari “utilitarisme” Mo Tze dan perbedaannya yang terbesar dengan filsafat Confucius.
e)      Ming Chia/Dialektisi (kira-kira 370 SM)
Ming Chia atau “sekolah nama-nama”, menyibukkan diri dengan analisis istilah-istilah dan perkataan-perkataan. Ming Chia, yang juga disebut “sekolah dialektik”, dapat dibandingkan dengan aliran sofisme dalam filsafat Yunani. Ajaran mereka penting sebagai analisis dan kritik yang mempertajam perhatian untuk pemakaian bahasa yang tepat, dan yang memperkembangkan logika dan tatabahasa. Selain itu dalam Ming Chia juga terdapat khayalan tentang hal-hal seperti eksistensi, relativitas, kausalitas, ruang dan waktu.
Meng Tze (372-280) adalah seorang murid Kong Fu Tze yang melanjutkan ajaran gurunya. Dalam mengajarkan ajarannya, Meng Tze bertentangan dengan Kong Fu Tze. Meng Tze tidak memberikan pelajaran kepada kaum bangsawan, tetapi memberikan pengetahuan kepada rakyat jelata. Menurutnya rakyatlah yang terpenting dalam suatu negara begitu pula apabila raja bertindak sewenang-wenang trhadapa rakyat, maka tugas para mentri untuk memperingatkannya. Apabila raja mengabakan peringatan-peringatan itu para mentri wajib menurunkan raja dari tahtanya.Kung-su-Lung, Hui Ship. Perhatian besar untuk teori-teori pengetahuan, dengan kegemaran untuk membuat paradoks-paradoks, seperti terdapat pada Zeno.
f)       Fa Chia (mazhab hukum)
Fa Chia atau “sekolah hukum”, cukup berbeda dari semua aliran klasik lain. Sekolah hukum tidak berpikir tentang manusia, surga atau dunia, melainkan tentang soal-soal praktis dan politik. Fa Chia mengajarkan bahwa kekuasaan politik tidak harus mulai dari contoh baik yang diberikan oleh kaisar atau pembesar-pembesar lain, melainkan dari suatu sistem undang-undang yang keras sekali. Tokoh yang terkenal adalah Han Fei Tzu dan Li Sse.
Buku-buku yang terkenal adalah Chang Tze dan Han Fei Tze (kira-kira 395 SM), hukumlah yang merupakan asas persatuan suatu negara, seluruh kekuasaan harus dipusatkan di tangan raja, rakyat harus tetap miskin dan lemah, ketakutan akan pidana membawa orang ke kebajikan, oarang-orang jahat harus menguasai orang-orang baik, diktator yang amoral.
Dari keenam sekolah klasik tersebut, kadang-kadang dikatakan bahwa mereka berasal dari keenam golongan dalam masyarakat Cina. Berturut-turut: (1) kaum ilmuwan, (2) rahib-rahib, (3) okultisme (dari ahli-ahli magi), (4) kasta ksatria, (5) para pendebat, dan (6) ahli-ahli politik.
2.      Jaman Neo-Taoisme dan Buddhisme (200 S.M.-1000 M.)
Bersama dengan perkembangan Buddhisme di Cina, konsep Tao mendapat arti baru. Tao sekarang dibandingkan dengan “Nirwana” dari ajaran Buddha, yaitu “transendensi di seberang segala nama dan konsep”, “di seberang adanya”.
Budhisme memasuki Tiongkok pada permulaan abad ke-1. Pengaruhnya besar sampai pada akhir abad ke-10. Beberapa nama yang terkenal adalah Chi-Tsang (549-632 M), Chih-K’ai (538-597 M), Shen Hsiu (600-700 M) dan lain-lain.
3.      Jaman Neo-Konfusianisme (1000-1900)
Dari tahun 1000 M. Konfusianisme klasik kembali menjadi ajaran filsafat terpenting. Buddhisme ternyata memuat unsur-unsur yang bertentangan dengan corak berpikir Cina. Kepentingan dunia ini, kepentingan hidup berkeluarga dan kemakmuran material, yang merupakan nilai-nilai tradisional di Cina, sema sekali dilalaikan, bahkan disangkal dalam Buddhisme, sehingga ajaran ini oleh orang dianggap sebagai sesuatu yang sama sekali asing.
4.      Jaman Modern (setelah 1900)
Sejarah modern mulai di Cina sekitar tahun 1900. Pada permulaaan abad  kedua puluh pengaruh filsafat Barat cukup besar. Banyak tulisan pemikir-pemikir Barat diterjemahkan ke dalam bahasa Cina. Aliran filsafat yang terpopuler adalah pragmatisme, jenis filsafat yang lahir di Amerika Serikat. Setelah pengaruh Barat ini mulailah suatu reaksi, kecenderungan kembali ke tradisi pribumi. Terutama sejak 1950, filsafat Cina dikuasai pemikiran Marx, Lenin dan Mao Tse Tung.
Inilah sejarah perkembangan filsafat China, yang merupakan filsafat Timur. Yang termasuk kepada filsafat Barat misalnya filsafat Yunani, filsafat Helenisme, “filsafat Kristiani”, filsafat Islam, filsafat jaman renaissance, jaman modern dan masa kini.
           B.     Ciri - ciri Filsafat Cina
Pertama-tama karena masalah politik dan pemerintahan merupakan masalah sehari-hari yang tidak dapat dihindarkan, maka filsafat Cina berkecendrungan mengutamakan pemikiran praktis berkenaan masalah dan kehidupan sehari-hari. Dengan perkataan lain ia cenderung mengarahkan dirinya pada persoalan-persoalan dunia.
Para ahli sejarah pemikiran mengemukakan beberapa ciri yang muncul akibat kecenderungan tersebut, Pertama, dalam pemikiran kebanyakan orang Cina antara teori dan pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian pemikiran spekulatif kurang mendapat tempat dalam tradisi filsafat Cina, sebab filsafat justru lahir karena adanya berbagai persoalan yang muncul dari kehidupan yang aktual.
Kedua, secara umum filsafat Cina bertolak dari semacam ‘humanisme’. Tekanannya pada persoalannya kemanusiaan melebihi filsafat Yunani dan India. Manusia dan perilakunya dalam masyarakat dan peristiwa-peristiwa kemanusiaan menjadi perhatian utama sebagian besar filosof Cina.
Ketiga, dalam pemikiran filosof Cina etika dan spiritualitas (masalah keruhanian) menyatu secara padu. Etika dianggap sebagai intipati kehidupan manusia dan sekaligus tujuan hidupnya. Di lain hal konsep keruhanian diungkapkan melalui perkembangan jiwa seseorang yang menjunjung tinggi etika. Artinya spiritualitas seseorang dinilai melalui moral dan etikanya dalam kehidupan sosial, kenegaraan dan politik. Sedangkan inti etika dan kehidupan sosial ialah kesalehan dan kearifan.
Keempat, meskipun menekankan pada persoalan manusia sebagai makhluk sosial, persoalan yang bersangkut paut dengan pribadi atau individualitas tidak dikesampingkan. Namun demikian secara umum filsafat Cina dapat diartikan sebagaoi ‘Seni hidup bermasyarakat secara bijak dan cerdas’. Kesetaraan, persamaan dan kesederajatan manusia mendapat perhatian besar. Menurut para filosof Cina keselerasan dalam kehidupan sosial hanya bisa dicapai dengan menjunjung tinggi persamaan, kesetaraan dan kesederajatan itu.
Kelima, filsafat Cina secara umum mengajarkan sikap optimistis dan demokratis. Filosof Cina pada umumnya yakin bahwa manusia dapat mengatasi persoalan-persoalan hidupnya dengan menata dirinya melalui berbagai kebijakan praktis serta menghargai kemanusiaan. Sikap demokratis membuat bangsa Cina toleran terhadap pemikiran yang anekaragam dan tidak cenderung memandang sesuatu secara hitam putih.
Keenam, agama dipandang tidak terlalu penting dibanding kebijakan berfilsafat. Mereka menganjurkan masyarakat mengurangi pemborosan dalam penyelenggaraan upacara keagamaan atau penghormatan pada leluhur.
Ketujuh, penghormatan terhadap kemanusiaan dan individu tampak dalam filsafat hukum dan politik. Pribadi dianggap lebih tinggi nilainya dibanding aturan-aturan formal yang abstrak dari hukum, undang-undang dan etika. Dalam memandang sesuatu tidak berdasarkan mutlak benar dan mutlak salah, jadi berpedoman pada relativisme nilai-nilai.
Kedelapan, dilihat dari sudut pandang intelektual, Para filosof Cina berhasil membangun etos masyarakat Cina seperti mencintai belajar dan mendorong orang gemar melakukan penelitian mendalam atas segala sesuatu sebelum memecahkan dan melakukan sesuatu. Demikianlah pengetahuan dan integritas pribadi merupakan tekanan utama filsafat Cina. Aliran pemikiran, teori dan metodologi apa saja hanya bisa mencapai sasaran apabila dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan luas dan integratitas pribadi yang kokoh.
 
4. Politik di Myanmar


a.    Sistem Politik dan Pemerintahan

Hluttaw atau dewan perwakilan rakyat terdiri dari dua anggota terpilih per

kota dan ditambah perwakilan terpilih untuk masing-masing dikirim di dewan perwakilan nasional. Panglima tentara juga menunjuk perwakilan militer yang setara dengan satu pertiga dari perwakilan-perwakilan rakyat terpilih. Hluttaw kelak memilih seorang ketua, juru bicara, dan wakil juru bicara, dari anggota-anggotanya. Akibat perbedaan besarnya jumlah penduduk di masing-masing negara-negara bagian, sistem konstituensi tersebut menghasilkan jumlah konstituen berbeda per representatif. Masing-masing diberi tanggung jawab tertentu, namun beberapa di antaranya ditangguhkan untuk tanggung jawab dalam beberapa sektor, seperti pertanian misalnya. Tanggung jawab yang ditugaskan pada umumnya memiliki lingkup yang luas, namun ada pula yang cukup sempit dan terbatas, misalnya dalam hal energi, listrik, pertambangan, dan kehutanan (Nixon, 2013).

Kepala menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diambil dari kalangan anggota Hluttaw. Proses pengangkatan menteri melibatkan presiden yang memilih negara/wilayah Hluttaw sesuai kualifikasi yang dibutuhkan. Setelah pemilihan, pengangkatan jabatan kemudian dikonfirmasi oleh Hluttaw (Nixon, 2013). Karena seorang calon hanya dapat ditolak jika terbukti gagal dalam memenuhi kualifikasi konstitusi, pemilihan Kepala Menteri efektif sepenuhnya berada di tangan Presiden, dengan syarat bahwa ia adalah anggota dari negara atau wilayah Hluttaw.

Penting untuk dicatat bahwa anggota yang dipilih oleh Presiden biasanya adalah anggota terpilih, tetapi terkadang juga dapat diambil dari anggota militer. Penunjukan menteri negara atau wilayah sebagian besar di tangan Kepala Menteri.

Negara dan daerah memiliki Pengadilan Tinggi terdiri dari Ketua dan hakim yang teridiri dari tiga hingga tujuh orang. Pengadilan Tinggi mengawasi anak kabupaten, kota dan adminsitrasi-mandiri diberikan pengadilan daerah. Tidak ada layanan peradilan yang mandiri. Kepala Pengadilan wilayah/negara bagian dinominasikan oleh Presiden, dengan berkonsultasi bersama Kepala Pengadilan Negara, dan hakim dipilih oleh Kepala Menteri, yang juga dengan dikonsultasikan dengan Kepala Pengadilan Nasional. Nominasi-nominasi tersebut diusulkan kepada hluttaw negara/wilayah bagian untuk disetujui. Semua badan peradilan menjadi subordinasi dari Pengadilan Tertinggi (Nixon, 2013).


b.    Situasi Politik

Pada  tahun  2011  untuk  pertama  kalinya  parlemen  dalam  sistem  politik

Myanmar mendapatkan presiden yang merupakan seorang sipil sebagai pemimpinnya. Hal itu merupakan pertama kalinya bagi Myanmar memiliki penguasa non-militer sejak kekuasaan di bawah kemiliteran semenjak kolonialisme Inggris berakhir pada tahun 1962. Berikut adalah sistem politik Myanmar terkini. (Reuters 2011)

Union Solidarity and Development Party (USDP) memenangkan pemilihan 76 persen dari total suara 79 persen kursi parlemen, 77 persen kursi senar, dan 75 persen di 7 majelis regional. Di samping itu, 25 persen kursi di semua ruang legislatif diberian untuk anggota militer. Militer dan USDP 
 
mengambil kendali 83 persen di parlemen nasional. Sedangkan partai pro-demokrasi terbesar, the National Democratic Force, hanya memiliki suara kurang dari 2 persen, dengan 12 kursi.


  •  Kekuasaan pembuat undang-undang sangat terbatas dan meloloskan perundang-undangan hanyalah sebuah formalitas. Amandemen konstitusi membutuhkan pembelakangan dari 75 persen parlemen untuk mengubah sistem politik, sedangkan parlemen sendiri terdiri dari anggota-anggota militer. Parlemen Myanmar tidak juga dapat menolak anggaran nasional dan juga tidak punya hak untuk menolak apapun keputusan presiden kecuali bertentangan dengan konstitusi. Persetujuan parlemen sangatah dibutuhkan, namun hanya untuk menandatangani atau mencabut perjanjian-perjanjian internasional dan deklarasi perang atau damai.
  • Kepala Negara Republik Persatuan Myanmar sebagai presiden dinobatkan oleh parlemen, bukan dari publik. Kandidat-kandidat presiden haruslah orang sipil yang berumur tidak kurang dari 45 tahun dan warga asli Myanmar yang telah tinggal di Myanmar selama 20 tahun secara berturut-turut. Tiga komite, yang diketahui sebagai dewan komisi pemilihan presidenm dibentuk dari para anggota parlemen. Salah satu dari tiga komite dibuat berdasarkan penunjukkan militer.
  • Masing-masing komite akan menominasi satu kandidat untuk kepresidenan. Anggota-anggota komisi pemilihan presiden akan mem-vote satu dari tiga calon presiden. Calon yang di-vote terbanyak akan mendapat jabatan tertinggi, yaitu Presiden Myanmar dan yang mendapat suara kurang dari terbanyak akan menjadi wakil-wakil presiden. Masa jabatan akan diberikan selama periode lima tahun.

  • Presiden akan menunjuk menteri-menteri lembaga pemerintahan, kepala kejaksaan, dan kepala pengadilan tertinggi. Presiden dapat mengganti jumah menteri dan kemetrian berdasarkan kebijakannya; menunjuk, memindahkan atau mengganti diplomat serta menyetujui atau memanggil pemindahan diplomat luar negeri. Presiden juga dapat mengadakan sesi parlementer kapanpun ia mau.
  • Republik persatuan Myanmar terdiri dari tujuh negara bagian dan tujuh wilayah, yaitu enam bagian wilayah administratif, dan satu wilayah teritori yang berisi ibu kota, Nay Pyi Taw. Wilayah adminsitratif formal terkecil adalah desa. Di kota, kelompok-kelompok wilayah kecil dikelompokkan di suatu perkotaan, di mana tingkatan terendah pemerintahan dilokasikan. Kumpulan-kumpulan perkotaan tersebut diorganisasikan sebagai distrik, yang terbentuk sebagai wilayah atau negara bagian.
  • Adminstrasi kota kecil dikepalai oleh pejabat sendior dari General Administration Department (GAD) atau Departemen Adminstrasi Umum Kementrian Dalam Negeri. Dalam level tersebutlah banyak fungsi-fungsi birokrasi utama ditempatkan seperti registrasi kelahiran, registrasi tanah, dan hampir semua bentuk dari pajak. Disktrik membentuk lembaga menengah yang menghubungkan adminstrasi negara dengan pemerintahan kota-kota di dalamnya, yang juga dikepalai oleh pejabat senior dari GAD.



 ANALISIS
Integrasi kawasan telah menjadi visi kerjasama negara-negara anggota ASEAN semenjak disahkannya rancang biru (blue print) dari ASEAN Community 2015. Kerangka kerjasama yang juga ditopang oleh pilar ekonomi serta sosial dan budaya di samping politik dan keamanan, sebagaimana dianalisis dalam makalah ini, memiliki tujuan akhir untuk menciptakan kawasan ASEAN yang terintegrasi dan menjadi entitas politik, ekonomi, dan sosial berpengaruh dalam percaturan dan dinamika global terkini.



Bagi tiap negara anggota ASEAN, integrasi kawasan dapat menjadi petaka, namun jika diiringi dengan persiapan yang komprehensif dapat menjadi peluang emas dalam mewujudkan kawasan ASEAN yang disegani oleh masyarakat global. Dari pemaparan makalah ini, dapat dipahami bahwa negara-negara anggota seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Brunei Darussalam relatif lebih siap meskipun tingkat persiapannya pun tidak sama. Akan tetapi, kondisi perpolitikan di enam negara ini, yang lebih stabil, menjadi keunggulan dalam menghadapi integrasi.


Kondisi ini berlawanan dengan situasi politik di empat negara anggota lainnya: Brunei Darussallam, Filipina, Cina dan Myanamar. Empat negara ini relatif masih rentan dihantui berbagai permasalahan politik yang mengganggu stabilitas nasional. Dalam skema integrasi, turbulensi sekecil apapun di dalam lingkup domestik satu negara dapat berpengaruh secara signifikan pada stabilitas di tingkatan regional; dikenal sebagai konsep complex interdependence.

Berkaca pada situasi saat ini, para pemimpin kawasan ASEAN perlu mendesain suatu kerangka kerjasama yang lebih dalam lagi daripada sekadar diskusi dan pembicaraan multilateral, bahkan bila perlu harus mengimplementasikan praktik harmonisasi kebijakan untuk memastikan bahwa integrasi kawasan benar menuju pada kawasan ASEAN yang berdaya saing global dan berdaya tahan tinggi.
 
Sumber:
http://edyramdan.blogspot.co.id/2016/07/13.html
https://www.academia.edu/7254087/Potret_Politik_Negara-Negara_Anggota_ASEAN_dalam_Kerangka_Integrasi_Kawasan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAHASA INDONESIA 1 (Kalimat Efektif)

PENGERTIAN, CONTOH KATA ABSTRAK DAN KATA KONKRET

Algoritma Dijkstra